Reporter: Grace Olivia | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah dan Badan Anggaran DPR RI menyepakati asumsi dasar lifting minyak sebesar 755.000 barel per hari (bpd) barel untuk tahun 2020.
Target lifting migas tersebut dipatok lebih rendah dibandingkan target lifting dalam APBN 2019 yang sebesar 775.000 bpd, namun sedikit lebih tinggi dari outlook realisasi lifting minyak 2019 yang sebesar 754.000 bpd.
Sebelumnya, dalam RAPBN 2020, pemerintah mematok asumsi dasar lifting minyak lebih rendah yaitu 734.000 bpd. Namun, pemerintah dan Banggar akhirnya menyepakati lifting migas naik menjadi 755.000 bpd untuk mengompensasi asumsi dasar harga ICP yang turun menjdi US$ 63 per barel dalam pembahasan APBN 2020.
Baca Juga: Anggaran 2020 konservatif, Bahana Sekuritas prediksi saham sejumlah sektor unggul
Ketua Koordinator Panja Pemerintah untuk APBN 2020 sekaligus Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, pemerintah terus mendorong agar aktivitas eksplorasi dan lifting minyak di Indonesia bisa makin meningkat. Salah satunya dengan memberikan insentif fiskal maupun mempermudah tata cara perolehan insentif melalui regulasi-regulasi baru.
Misalnya, Kemenkeu baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122 Tahun 2019. Beleid tersebut mengatur pemberian fasilitas fiskal berupa pembebasan PPN dan PPnBM, pengurangan PBB hingga 100%, hingga pengecualian pemotongan PPh untuk kriteria tertentu, baik pada tahap eksplorasi maupun eksploitasi.
Sebelumnya, Kemenkeu juga menerbitkan PMK 119 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali (reimbursement) PPN atau PPnBM atas perolehan barang atau jasa kena pajak kepada kontraktor hulu migas.
Baca Juga: Banggar sepakati asumsi ICP turun jadi US$ 63 dalam APBN 2020
Ada juga PMK 118 Tahun 2019 yang juga mengatur Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/ atau Under Lifting Kontraktor hulu migas. “Dengan itu semua, tentu kita menginginkan lifting migas bisa naik, penerimaan migas bisa naik, dan ini bisa menaikkan penerimaan negara secara keseluruhan,” tutur Suahasil.
Pemerintah berharap, para pelaku usaha di sektor hulu migas dapat melakukan eksplorasi lebih keras sehingga dapat menemukan cadangan-cadangan baru dan sumber produksi/lifting lain. Dengan begitu, asumsi dasar ekonomi makro terkait lifting dan harga minyak mentah yang dipatok pemerintah bisa tercapai.
"Kita harus memastikan apa yang diproyeksikan ini tidak missed, apalagi turun, karena akan menjadi risiko bagi penerimaan negara,” lanjutnya.
Suahasil sebelumnya menjelaskan, volatilitas perekonomian global dan perdagangan dunia yang menurun akan memengaruhi performa harga minyak mentah dunia. Kelesuan harga minyak bahkan sudah terlihat sepanjang tahun ini, tecermin dari realisasi ICP yang masih di bawah target APBN 2019 sebesar US$ 70 per barel.
Baca Juga: Penerimaan cukai dipatok tumbuh 9%, tarif cukai rokok pasti naik dobel digit
Adapun, keputusan menurunkan asumsi dasar harga ICP menjadi US$ 63 dan menaikkan target lifting menjadi 755.000, menurut Suahasil, telah diperhitungkan rinci oleh SKK Migas dan Kementerian ESDM.
“Ya tentu sudah ada hitung-hitungannya. SKK migas melihat seluruh KKKS, lalu merekap target-target produksi setiap KKKS nya. Jadi mereka yang memastikan (potensi),” tandas Suahasil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News