Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari
Di sisi lain, Anggota Panja RUU KUP Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, pemerintah harus memperhatikan waktu pelaksanaan kebijakan dalam RUU KUP.
Sehingga, Fraksi Partai Golkar meminta agar pemberlakuan reformasi perpajakan tersebut dapat didesain lebih longgar dan fleksibel dengan menyesuaikan kondisi pemulihan ekonomi global dan domestik.
“Hal ini untuk memastikan masyarakat dan dunia usaha tidak tertimpa beban yang terlampau berat di saat perekonomian mereka belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi,” kata Misbakhun saat Rapat Kerja bersama dengan Kemenkeu, Senin (13/9).
Miskbahun juga menekankan, apabila sebagian RUU KUP diterapkan pada 2022 atau 2023, maka pemerintah harus mampu mencapai konsolidasi fiskal. Sebab, pada 2023 ekonomi dan penerimaan pajak musti menggeliat agar defisit anggaran bisa kembali di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB).
Baca Juga: PPN sembako hanya dikenakan untuk beras dan daging mahal
“Penerimaan pajak yang selama 13 tahun ini tidak pernah tercapai, maka harus bisa capai target. Sehingga tax rasio naik, utang berkurang, ruang fiskal yang lebar, dan tax based yang luas. Dan Indonesia sebagai negara yang mandiri dan berdaulat dari sisi pembiayaan pembangunan,” ujar dia.
Dalam kesempatan sama, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjelaskan terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat banyak barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dikenakan PPN dengan tarif PPN yang lebih rendah dari tarif normal. Atau dapat tidak dipungut PPN serta bagi masyarakat yang tidak mampu dapat dikompensasi dengan pemberian subsidi.
“Dengan demikian azaz keadilan semakin diwujudkan karena bisa saja bicara hal yang sama yaitu makanan pokok, pendidikan, dan kesehatan karena range dari konsumsi ini bisa dari yang sangat basic sampai yang paling sovicicated menyangkut pendapatan atau tingkat pendapatan yang sangat tinggi,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (13/9).
Selanjutnya: Sri Mulyani: Pengenaan alternative minimum tax hanya untuk wajib pajak badan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News