Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini tengah menyusun aturan perpajakan untuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Namun, sejumlah anggota Komisi XI DPR RI menilai, insentif ini akan berdampak terhadap ketahanan fiskal, atau bahkan tidak dimanfaatkan oleh investor asing.
Anggota Komisi XI Fraksi PKS Anis Byarwati mengatakan pemerintah perlu memitigasi dampak insentif pajak untuk LPI, mengingat proyek yang akan dijalankan bernilai besar dan pada dasarnya bisa memberikan kontribusi terhadap penerimaan pajak. Alhasil potential loss penerimaan pajak akibat insentif pajak LPI perlu disandingkan dengan potensi terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan.
“Apalagi penerimaan pajak tidak pernah mencapai target, kerugian dari insentif pajak LPI juga harus dipikirkan apakan malah in-efektif, atau bahkan rentan terhadap penyalahgunaan dan rentan akan korupsi,” ujar Anis saat Rapat Kerja dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (1/2).
Baca Juga: Ada LPI, Sri Mulyani akan berikan tarif PPh dividen sebesar 7,5% untuk investor asing
Anis menambahkan, hampir semua negara yang punya SWF memberikan insentif perpajakan. Namun, LPI bisa kalah saing apabila insentif perpajakan tidak dibarengi dengan perbaikan kemudahan iklim berusaha, stabilitas ekonomi, infrastruktur, dan kepastian hukum.
Sementara itu, Anggota Komisi XI Fraksi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menilai langkah pemerintah untuk mengesampingkan regulasi perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) akan tumpang tindih dengan prinsip perpajakan worldwide sebagaimana dalam Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sehingga, pemerintah perlu harus lebih memerinci aturan hukum perpajakan internasional LPI dalam aturan turunan selanjutnya.
Selain itu, Misbakhun menilai insentif perpajakan LPI akan berdampak terhadap investasi dalam negeri. “Saya khawatir ini akan menjadi sebuah fasilitas yang tidak pernah dimanfaatkan, akhirnya FDI mengalami distorsi, kalau bekerjasama dengan LPI akan mendapatkan fasilitas berlebih. Tapi ke private fasilitas berbeda, ini akan menjadi disinsentif sendiri. Ini mengkhawatirkan bagi saya,” kata Misbakhun.
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan dividen yang diterima mitra investasi yang merupakan subjek pajak luar negeri (SPLN) dari kuasa kelola akan dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar 7,5%. Transaksi tersebut merupakan dividen yang dibayarkan ke luar negeri.
Baca Juga: Ada meterai Rp 10.000, ini 3 cara menggunakan meterai Rp 6.000 dan Rp 3.000
Adapun aturan yang berlaku sekarang, dividen yang diterima investor asing di luar negeri dipatok PPh Pasal 26 dengan tarif 20%. Ketentuan lainnya, sesuai dengan ketentuan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) di masing-masing negara yang terikat dengan Indonesia.
Sebagai contoh, tarif P3B untuk pembagian dividen dari Indonesia kepada Singapura, Jepang, Amerika Serikat berkisar 10% hingga 15%. Artinya, mitra investasi luar negeri LPI bisa mendapatkan tarif PPh atas dividen lebih rendah dibandingkan bentuk dividen investasi lainnya.
“Di dalam LPI beda, apabila dividen itu dibayarkan pada investor luar negeri ke luar dari Indonesia, maka mereka kena potongan PPh 7,5%,” kata Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (1/2).
Baca Juga: Meterai Rp 10.000, ini 8 dokumen yang harus menggunakannya
Besaran tarif tersebut juga berlaku untuk penghasilan mitra investasi SPLN atas selisih lebih nilai likuiditas dengan nilai investasi awal. Namun, apabila investor asing LPI menanamkan kembali penghasilan yang didapat di dalam negeri dalam jangka waktu tertentu, maka tidak dikecualikan dari objek pajak. Alias, bebas pajak transaksi penghasilan selisih nilai likuiditas.
“Ini tujuannya agar subjek pajak luar negeri tidak membawa keluar keuntungan yang diperoleh namun dia (investor asing) menanamkan dananya kembali ke Indonesia,” ujar Menkeu.
Sementara itu, Sri Mulyani menjelaskan besaran tarif PPh 7,5% diambil karena merupakan jalan tengah atas tarif PPh atas bunga dan dividen Indonesia dengan negara-negara yang terikat dengan P3B. Adapun hingga saat ini Indonesia telah menjalin P3B dengan 71 yurisdiksi.
Selanjutnya: Ini sektor-sektor penting pendorong pertumbuhan ekonomi domestik di tahun 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News