kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.482.000   11.000   0,75%
  • USD/IDR 15.490   -65,00   -0,42%
  • IDX 7.496   -47,74   -0,63%
  • KOMPAS100 1.161   -10,37   -0,89%
  • LQ45 930   -7,66   -0,82%
  • ISSI 225   -1,75   -0,77%
  • IDX30 479   -4,07   -0,84%
  • IDXHIDIV20 576   -4,59   -0,79%
  • IDX80 132   -1,10   -0,82%
  • IDXV30 142   -0,97   -0,68%
  • IDXQ30 160   -1,14   -0,70%

DPR Didorong Sosialisasikan RUU Kesehatan Sebelum Disahkan


Senin, 03 Juli 2023 / 19:14 WIB
DPR Didorong Sosialisasikan RUU Kesehatan Sebelum Disahkan
ILUSTRASI. Massa melakukan aksi damai untuk menolak pembahasan rancangan undang-undang atau RUU Kesehatan Omnibus Law. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dibutuhkan sosialisasi jelang pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Hal ini mengingat pembicaraan di tengah masyarakat terutama perihal usulan pasal-pasal pertembakauan yang berpotensi tumpang tindih dengan peraturan yang telah berlaku.

Akademisi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Arif Mundayat menyatakan, DPR RI hendaknya melakukan sosialisasi mengenai substansi dalam RUU Kesehatan yang akan disahkan dalam waktu dekat.

Menurutnya, DPR perlu mengumumkan poin-poin kesepakatan yang telah dicapai atau yang belum tercapai. “Sebenarnya perlu ada proses sosialisasi yang dijalankan oleh mereka,” ujar Arif dalam keterangannya, Senin (3/7).  

Baca Juga: Masuk Endemi, Kemenkes: RUU Kesehatan Memuat Aturan Penanganan Wabah di Masa Depan

Terpisah, Pakar Tata Negara dan Hukum Kesehatan dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Sunny Ummul Firdaus, juga menyampaikan bahwa pemerintah dan DPR sebaiknya sudah mempertimbangkan aspek hukum, politik, sosial, dan kesejahteraan masyarakat dengan seksama sebelum mengambil keputusan final terkait pengesahan RUU Kesehatan.

Dengan demikian, bisa terjadi legitimasi keputusan dan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap kebijakan yang diambil.

“Mengesahkan sebuah RUU di tengah pro dan kontra yang masih terjadi adalah suatu keputusan politik yang harus dipertimbangkan dengan seksama. Penting bagi pemerintah dan lembaga legislatif untuk memperhatikan pandangan dan masukan dari berbagai pihak, melakukan kajian mendalam, dan mempertimbangkan kepentingan publik serta dampak jangka panjang dari keputusan tersebut," terangnya.

Di kesempatan berbeda, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Suryana, menegaskan bahwa petani tembakau yang berpotensi terdampak atas RUU Kesehatan sesungguhnya adalah pahlawan devisa negara.

Menurut dia, negara selama ini memanfaatkan cukai hasil tembakau (CHT) hingga sebesar lebih dari Rp 200 triliun sebagai salah satu sumber penerimaan negara.

Baca Juga: Jernih di RUU Kesehatan

"Lalu mengapa saat petaninya mau berusaha, justru tidak dilindungi. Budidaya dan komoditas tembakau tidak dilarang. Oleh karena itu, kami menolak secara tegas pasal yang mendiskriminasi tembakau dan tidak adil terhadap petani," pungkas Suryana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Eksekusi Jaminan Fidusia Pasca Putusan MK Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES)

[X]
×