Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Amal Ihsan
JAKARTA. Tidak adanya perlindungan terhadap buruh migran Indonesia di luar negeri mendorong Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyusun RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN). UU ini akan lebih baik dari UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Ketua Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menyatakan, RUU PPILN lebih menekankan aspek perlindungan daripada penempatan. Salah satu penekanannya adalah memperkuat peran negara dengan menjamin asuransi yang melindungi para TKI. Dana konsorsium asuransi akan benar-benar dipastikan melindungi TKI dari pra, masa, dan pasca penempatan.
Ribka mengeluh, selama ini dana asuransi TKI sulit sekali terpantau. Padahal jumlahnya amat besar mencapai puluhan triliun. Tak heran DPR sempat berpikir konsorsium asuransi lebih baik dipikirkan. Sebab dana begitu besar namun tidak terkontrol. "Kita waktu itu sampai agak marah dan meminta ini diaudit oleh BPK," kata Ribka.
Selama ini, asuransi TKI kerap bermasalah. Sebagaimana contoh, Ribka pernah mendapati kasus yang ia temui di Qatar. Salah seorang TKW mulai bekerja dengan kontrak kerja sebagai babysitter. Namun yang ia dapati, justru dirinya dipekerjakan untuk memandikan unta. Saat dirinya melarikan diri ke Kedubes Indonesia, TKW tersebut dituduh mencuri. Sayangnya, untuk menyewa pengacara setempat, KBRI mengaku tak punya. Begitu juga Dirjen Bina Penta dan BNP2TKI. "Kedepan ini nanti bisa dicover oleh asuransi masa penempatan," kata Ribka.
Pendapat serupa juga muncul dari Poempida Hidayatullah, anggota Panitia Kerja RUU PPPILN. Asuransi Sosial yang sedang diatur dalam RUU PPPILN akan diperbaiki. Sehingga benar-benar bisa membantu TKI ketika didera persoalan di negara penempatan. "Terutama bagaiman TKI memperoleh bantuan hukum pengacara setempat ketika mendapat masalah hukum,"kata Poempida.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News