Sumber: Antara | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Komisi XI DPR akan memanggil jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk mengevaluasi kinerja yang dinilai kurang memuaskan. Pemanggilan ini juga berkaitan dengan hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menunjukan aksi pungutan liar (pungli) di Bea dan Cukai.
Pimpinan Komisi XI Achmad Hafisz Tohir mengatakan, pemanggilan tersebut akan dilakukan setelah masa reses DPR. Pemanggilan ini, lanjutnya, akan membahas seluruh permasalahan yang ada di Bea dan Cukai. Termasuk target pemasukan dan perbaikan kinerja Bea dan Cukai.
"Saya setuju untuk diperbaiki kinerja bea cukai yang selama ini belum mencapai target pemasukan dan good corporate governance masih lemah,” kata Hafisz, Selasa (25/10).
Direktur Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menuturkan, tata kelola atau governance dari Ditjen Bea dan Cukai memang masih dipertanyakan. Pasalnya sejauh ini masih banyak ditemukan moral hazard dari aparat-aparat bea cukai di lapangan khususnya di area kepabeanan.
“Ditjen bea cukai di pelabuhan terlalu powerfull. Over kewenangan ini yang menimbulkan moral hazard,” katanya.
Padahal, perlakuan petugas bea cukai di lapangan ini sangat erat kaitannya dengan gairah untuk berusaha para investor dan daya saing industri dalam negeri.
Salah satu kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang belakangan ini mencuat yakni terkait izin re-ekspor PT Mitra Perkasa Mandiri. Meskipun rekomendasi telah dikeluarkan Direktorat Penindakan dan Penyidikan (P2) Bea dan Cukai dan Kementerian Keuangan, namun belum diizinkan mengeluarkan barang untuk di re-ekspor. Diduga berpotensi pungli, perusahaan tersebut akhirnya melapor ke Polres Metro Jakarta Utara.
Seharusnya, kata Enny, fokus utama bea cukai adalah mengejar target penerimaan yang masih jauh dari target. “Misalnya ekstensifikasi cukai. Jangan isu-isu soal governance yang malah mencuat dan menghambat,” ucapnya.
Untuk diketahui, realisasi penerimaan bea dan cukai masih minim, yakni baru tercapai Rp 108,2 triliun per 23 Oktober 2016. Nilai itu baru 58,8% dari target APBNP 2016 yang Rp 183,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News