Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya mendorong kinerja ekspor Indonesia. Hal ini sebagai salah satu upaya untuk mengatasi neraca perdagangan Indonesia, yang pada 2018 mencatat defisit sebesar US$ 8,57 miliar.
Untuk mendorong ekspor, pemerintah pun telah merumuskan berbagai kebijakan yakni menentukan berbagai sektor atau komoditas ekspor unggulan, memperluas akses pasar dan preferensi tarif, memberi insentif fiskal dan nenpermudah pembiyaan ekspor, efisiensi logistik hingga melakukan simplifikasi prosedur ekspor.
Salah satu kebijakan untuk menyederhanakan prosedur ekspor ini adalah dengan mengurangi komoditas yang wajib pencantuman Laporan Surveyor (LS). Kebijakan ini merupakan salah satu langkah yang dianggap dapat mendorong ekspor dalam jangka pendek.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, sebagai tahap awal pemerintah telah menyepakati 4 komoditas ekspor yang akan dibebaskan dari kewajiban LS ekspor adalah crude palm oil (CPO) dan turunannya, gas yang dieskpor melalui pipa, rotan setengah jadi, dan kayu log dari tanaman industri.
Namun, dari empat komoditas tersebut baru CPO dan turutnannya serta gas melalui pipa yang rencananya akan dihapurksan LS ekspornya pada awal Februari 2019. Ini pun akan segera dilakukan dengan melakukan perubahan Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur kewajiban LS atas kedua produk tersebut. Bahkan, revisi Permendag nomor 54/M-DAG/PER/7/2015 tentang Laporan Surveyor Kelapa Sawit, CPO dan Produk Turunannya tengah difinalisasi.
Susiwijono menjelaskan, untuk penghapusan LS ekspor untuk rotan setengah jadi dan kayu log dari tanaman industri masih menjadi pembahasan di tingkat teknis dengan kementerian/lembaga terkait serta dengan para pelaku usaha. "Untuk dua komoditas ini, saat ini stastusnya masih larangan ekspor, jadi masih perlu pembahasan lebih lanjut," ujar Susiwijono kepada Kontan.co.id, Minggu (3/2).
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan sampai sekarang penghapusan kewajiban LS untuk dua komoditas sawit dan ekspor gas melalui pipa belum diputuskan, tetapi masih menunggu finalisasi.
"Ekspor gas melalui pipa sudah oke. CPO masih dibahas tetapi arahnya sudah ke sana. Permendagnya sudah pasti saya keluarkan, tetapi jangan sampai dikeluarkan ternyata bermasalah ekspornya. Jangan sampai ekspornya tidak terpungut, jadi lebih teknis," terang Oke.
Oke melanjutkan, sebelumnya pembahasan penghapusan wajib LS ini memang sudah mengerucut ke CPO dan turunannya serta gas yang diekspor melalui pipa. Tetapi, untuk kayu log dari tanaman industri serta rotan setengah jadi masih harus dibahas dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Sejauh ini, Oke pun mengatakan, pemerintah masih mengkaji komoditas ekspor lain yang berpotensi untuk dihapuskan wajib LSnya. Menurutnya, pembahasan lebih lanjut masih dilakukan supaya segala risiko dapat dimitigasi. Namun, dia berharap, kebijakan penghapusan wajib LS untuk komoditas CPO dan turunannya serta gas yang dieskpor melalui pipa dapat diterapkan secepatnya.
Hal yang sama pun diungkapkan oleh Susiwijono. "Selain 4 komoditi tersebut, segera akan menyusul beberapa komoditas lain, terutama kelompok komoditas yang nilai ekspornya termasuk dalam 10 terbesar," kata Susiwijono.
Lebih lanjut Susiwijono mengatakan belum bisa memastikan seberapa efektif penghapusan wajib LS ini dalam mendorong ekspor, namun dengan adanya kebijakan ini setidaknya bisa mengurangi biaya dan waktu sehingga dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News