Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Studi mengenai konversi lahan tanaman penghasil minyak nabati menunjukkan kelapa sawit jauh lebih efisien dibandingkan tanaman lain seperti bunga matahari, rapeseed dan canola oil lainnya. Studi ini akan digunakan pemerintah Indonesia untuk membuka dialog dengan negara-negara yang kerap mempermasalahkan penggunaan lahan sawit.
Kementerian Koordinator bidang Perekonomian baru-baru ini menerima hasil penelitian terkait penggunaan lahan sawit yang dilakukan oleh satuan tugas kelapa sawit lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN). Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk membuktikan konversi lahan kelapa sawit untuk produksi minyak nabati tidak seburuk yang digadangkan kampanye hitam dibandingkan minyak nabati lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan bahwa hasil studi tersebut justru menyimpulkan bahwa tanaman nabati selain kelapa sawit bahkan membutuhkan lahan hingga sembilan kali lebih besar.
Perimbangannya, untuk memproduksi 1 ton minyak nabati, diperlukan 1,43 hektar lahan bunga matahri. Sedangkan untuk mencapai volume sama untuk tanaman kedelai membutuhkan 2 ha. Tapi untuk kelapa sawit hanya membutuhkan 0,26 ha lahan.
"Artinya, memahami bahwa kebutuhan minyak nabati dunia masih akan meningkat terus sampai 2030, 2040, 2050, itu kalau kelapa sawit misalnya tidak ditambah luasnya, maka akan dibutuhkan lahan luas sekali untuk memenuhi minyak nabati jenis-jenis lainnya," jelas Darmin, Senin (4/2).
Kontribusi sawit pada kebutuhan minyak nabati dunia saat ini mencapai 35% total konsumsi dengan pengguna terbesar berasal dari India, China dan Indonesia. Proporsi penggunaannya adalah 75% untuk industri pangan dan 25% untuk industri kosmetik, produk pembersih dan biofuel.
Konsumsi minyak nabati ini diproyeksikan akan terus meningkat. Pada tahun 2050 nanti kebutuhan minyak nabati dunia diperkirakan akan mencapai 310 juta ton. Sehingga bila mengikuti arahan RED II dan CPO dihapuskan dari opsi sumber bahan bakar nabati Eropa, maka akan berdampak besar pada peralihan lahan di dunia.
Asal tahu, isu lahan sawit ini kembali mencuat akibat ditekennya kesepakatan Renewable Energy Directive II oleh Uni Eropa. Dalam salah satu kebijakan RED II, rincinya dalam Delegated Act, disebutkan bahwa tanaman sawit dimasukkan dalam kategori risiko tinggi karena mengakibatkan konversi lahan dalam jumlah besar alias Indirect Land Usage Change (ILUC).
Menanggapi ini, Erik Meijaard, Kepala Satgas Kelapa Sawit IUCN mengungkapkan bahwa bila kelapa sawit di hadang dari perdagangan minyak nabati Eropa, maka akan mengakibatkan konversi lahan untuk bunga matahari dan rapeseed dalam jumlah besar. "Bila mereka ingin melarang CPO maka harus sangati hati-hati karena harus mencari lahan lebih besar dari Argentina, Ukraina dan Brazil," terangnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News