Reporter: Fahriyadi | Editor: Dikky Setiawan
JAKARTA. Kisruh soal Kartu Jakarta Sehat (KJS) ternyata belum sepenuhnya selesai. Setelah mendapat penolakan keras dari beberapa rumah sakit swasta pada Mei 2013 silam, kini protes itu muncul.
Kali ini, protes dilayangkan oleh para dokter yang menjalankan program KJS tersebut. Para dokter itu berasal dari Asosiasi Dokter Fungsional Indonesia.
Mereka menuntut agar tarif Indonesia Case Base Groups (INA-CBG's) atau penanganan medis berdasarkan penyakit yang diderita pasien dalam KJS ditingkatkan.
Wakil Ketua Asosiasi Dokter Fungsional Indonesia, Iaman Gatina Barus mengatakan, asosiasinya sebagai pelaksana KJS sangat mendukung program pemerintah tersebut. "Tetapi permasalahannya adalah regulasi dari KJS ini belum sempurna," ujar Iaman, Selasa (30/7).
Karena itu, dia mendesak kepada Pemprov DKI agar program KJS kembali lagi menggunakan tarif Paket Pelayanan Esensial (PPE) ketimbang INA-CBG's.
Dengan tarif PPE ini nilainya telah disesuaikan dengan pelayanan maksimal terhadap sebuah penanganan medis, sehingga semua penanganan tercover dengan baik.
Iaman bilang, peralihan dari PPE berdampak pada remunerasi yang diterima dokter. Menurutnya, selama menggunakan PPE, dokter tidak mengalami masalah. Namun ketika beralih ke INA-CBG's menggunakan sistem di awal atau paket, tidak mengcover remunerasi semua dokter di lapangan.
"Untuk pasien tidak maksimal dan kami pun tidak maksimal. Kami mempertanyakan INA-CBG's apakah sesuai diterapkan di Indonesia karena praktik ini diadopsi dari Malaysia," ujar dokter spesialis kandungan di RSUD Koja, Jakarta ini.
Dia menambahkan, jika INA-CBG's ini tetap dipaksakan, maka pihaknya meminta agar tarif tersebut direvisi. Namun, permintaan itu hingga kini belum juga dilakukan Pemprov DKI.
Sejauh ini rencana merevisi tarif INA-CBG's hanya wacana saja. Contohnya, gaji dokter umum yang katanya akan diberikan Rp 7 juta per bulan, tetapi baru sekadar wacana saja. "Kami meminta agar hal ini diperhatikan dan tarif INA-CBG's dinaikkan," imbuh Iaman.
Iaman mengungkapkan, selama ini dokter spesialis hanya menerima Rp 8.500 per pasien. Jasa ini sangat rendah dan tidak manusiawi, terlebih yang menangani adalah ahli.
Beni Oktavianus, Dokter Spesialis Paru di RSUD Cengkareng menambahkan bahwa INA-CBG's yang saat ini dikelola PT Askes telah membuat plafon pengobatan ditekan serendah mungkin, sehingga pasien dan tenaga medis dikorbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News