Reporter: Riendy Astria | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (RUU BPJS) belum lagi selesai. Namun, kini banyak pro dan kontra yang datang menghampirinya. Salah satunya dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) yang mengatakan RUU BPJS tidak sesuai dengan konsep awal.
DJSN menuding ada perubahan konsep BPJS dalam pembahasan yang dilakukan pemerintah dengan DPR. Dalam konsep DJSN menyatakan ada empat BPJS sesuai dengan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Namun, ketika diserahkan ke DPR dan kemudian dibahas menjadi BPJS tunggal yang sekarang kini menjadi dua BPJS.
Anggota DJSN Bambang Purwoko menuding, perubahan konsep RUU BPJS tersebut akibat dari kewenangan DPR. “Kalau DPR tidak mengubah, tidak akan rumit seperti ini,” ujar Bambang kepada KONTAN, Kamis (14/7).
Empat BPJS yang dimaksud adalah PT Askes, PT Jamsostek, PT Taspen, dan PT Asabri, namun badan hukumnya saja yang diubah menjadi badan hukum publik. Mengenai program dan kepesertaan, aset, iuran, dan lembaga tetap berjalan sendiri-sendiri.
Akibat perbedaan konsep itu, Bambang menyatakan RUU BPJS sulit sekali disahkan atau dilaksanakan nantinya. Dia beralasan pelaksanaan terbentur oleh sulitnya transformasi aset, program, dan kepesertaan, dan iuran.
Menurutnya, transformasi aset sulit dilakukan karena menyangkut investasi yang jumlahnya tidak tetap sehingga diperlukan audit yang benar. Hal serupa terjadi dalam kepesertaan.
Mengenai program, Bambang menilai pelaksanaannya terbentur bagaimana menggabungkan program yang berbeda menjadi satu. “Masalahnya kan programnya beda-beda, sehingga akan sulit,” tambahnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi mengatakan bahwa RUU BPJS masih berupa konsep awal yang tidak matang. Pemerintah dan DPR kemungkinan besar tidak mengetahui konsep atau tujuan yang sebenarnya. Tidak mudah melakukan transformasi keseluruhan seperti yang diinginkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News