Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Sudah 18 tahun lamanya, Hesti Kartika Nindiah bersama kedua saudaranya berjuang untuk mencairkan rekening deposito atas nama ayahnya, almarhum Soeharso Kartodipoero di Bank BCA. Tapi sampai saat ini upaya ini tidak membuahkan hasil, karena BCA tetap menolak permohonan mereka.
Karena itu, Hesti akhirnya memilih untuk melayangkan gugatan ke BCA di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. "Kami selaku ahli waris menuntut pencairan rekening deposito," kata Adrian Hutajulu kuasa hukum Hesti, Rabu (3/7).
Awalnya, sepeninggal Soeharso pada 1995 silam, Hesti selaku ahli waris mengajukan permohonan pencairan Rek. deposito No 002-328271-0 di BCA cabang Pasar Baru. Saat itu, BCA menolak dengan alasan harus melampirkan pengesahan pengadilan selaku ahli waris.
Hesti akhirnya mendapat surat pengadilan sebagai ahli waris. Selanjutnya kembali memproses pencairan. Namun, BCA tetap menolak karena ada pihak yang mengatasnamakan diri sebagai janda waris dan putra-putri alm Soeharso. Akhirnya, Hesti berjuang melalui jalur pengadilan untuk menegaskan selaku ahli waris yang sah.
Berbekal putusan Mahkamha Agung (MA) selaku ahli waris yang sah, Hesti kembali mengajukan pencairan. BCA pada April 2012 merespon dengan menyebutkan proses pencairan bisa dilakukan.
Rupanya, sekali lagi muncul masalah. BCA mengkonfirmasi bahwa rekening deposito yang dimaksud ternyata berupa rekening giro. "Sejak 1996, BCA tidak pernah menginformasikan hal ini. Ini masuk perbuatan melawan hukum bertentangan hak subjektif nasabah," kata Adrian.
Karena itu, Hesti meminta pengadilan menghukum BCA mencairkan secara tunai rekening senilai Rp 6,23 miliar serta membayar kerugian imateriil Rp 4 miliar.
Alexander Lay, kuasa hukum BCA masih enggan untuk memberikan komentarnya. Rencananya sidang akan dilanjutkan dua pekan mendatang dengan agenda jawaban.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News