kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ditjen Pajak Raup Rp 2,53 Triliun dari Pajak Fintech dan Kripto pada Maret 2024


Senin, 08 April 2024 / 10:18 WIB
Ditjen Pajak Raup Rp 2,53 Triliun dari Pajak Fintech dan Kripto pada Maret 2024
ILUSTRASI. Ilustrasi Financial Technology (Fintech).


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berhasil mengumpulkan pajak dari bisnis fintech peer to peer (P2P) lending dan pajak kripto sebesar Rp 2,53 triliun hingga Maret 2024.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu melaporkan, total penerimaan pajak pinjol atau fintech P2P lending pada Maret 2024 mencapai Rp 1,95 triliun.

Baca Juga: Jaga Diri dari Ancaman Ikut Terseret Gagal Bayar Fintech Lending

Penerimaan pajak fintech berasal dari Rp 446,4 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 1,1 triliun penerimaan tahun 2023, dan Rp 394,93 miliar penerimaan tahun 2024.

Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WP DN dan BUT sebesar Rp 677,78 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WP LN sebesar Rp 231,43 miliar dan PPN DN ata setoran masa sebesar Rp 1,04 triliun.

Seperti yang diketahui, aturan pajak fintech yang berbasis peer to peer lending merupakan jenis pajak baru yang mulai berlaku sejak 1 Mei 2022.

Hal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Penyelenggara Teknologi Finansial (fintech).

Baca Juga: Ditjen Pajak Raup Rp 1,11 Triliun dari Pajak Fintech dan Kripto di Tahun 2023

Sama seperti jasa lainnya, transaksi fintech merupakan objek jasa kena pajak yang dikenakan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga yang diperoleh pemberi pinjaman atau lender.

Nah, PPh Pasal 23 ini dikenakan pada subjek pajak atau wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga.

Sedangkan PPh Pasal 26 dikenakan pada subjek pajak atau wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap dengan tarif 20% dari jumlah bruto atas bunga.

Sementara itu, Dwi melaporkan, pemerintah juga mengantongi pajak kripto dengan nilai mencapai Rp 580,20 miliar hingga akhir Maret 2024. 

Penerimaan tersebut berasal dari Rp 246,45 miliar penerimaan tahun 2022, sebesar Rp 220,83 miliar penerimaan tahun 2023, dan Rp 112,93 miliar penerimaan 2024.

Baca Juga: Fintech Lending Wajib Pastikan Keamanan Sistem Informasi

Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp 273,69 miliar penerimaan PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp 306,52 miliar penerimaan PPN DN atas transaksi pembelian kripto di exchanger.

Sama halnya dengan pajak fintech, pajak kripto juga mulai berlaku pada 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan dan dilaporkan pada Juni 2022.

Aturan mengenai pajak kripto ini telah tertuang dalam PMK No.68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto.

"Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto dan pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman," tulis Dwi dalam keterangan resminya, dikutip Senin (8/4).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×