kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ditjen Pajak disarankan lebih hati-hati menarik pajak digital, ini alasannya


Kamis, 23 April 2020 / 21:03 WIB
Ditjen Pajak disarankan lebih hati-hati menarik pajak digital, ini alasannya
ILUSTRASI. Ilustrasi belanja online. KONTAN/Baihaki/2017/12/05


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berencana menarik pajak digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Namun, Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menyarankan agar otoritas pajak musti berhati-hati.

Pengamat Pajak CITA Fajry Akbar mengatakan, terkait implementasi pajak pertambahan nilai (PPN) dalam Perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), Ditjen Pajak harus mendengarkan para pelaku usaha. Karena kunci keberhasilan pemungutan PPN dalam PMSE adalah partnership antara pemerintah dengan platform.

Baca Juga: Saran untuk Ditjen Pajak agar dapat mengejar setoran penerimaan pajak akhir tahun

Terutama bagi PMSE yang berada di luar yurisdiksi. Tantangannya lebih besar. Untuk itu perlu mempermudah administrasinya.

“Dan juga perlu melihat tata cara pemungutan di negara lain. Mengapa? Tentunya tata cara pemungutan yang berbeda-beda antar negara akan menyulitkan bagi pemilik platform,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Kamis (23/4).

Kata Fajry, Ditjen Pajak musti mengambil contoh dari negara lain yang efektif baik bagi negaranya maupun subjek pajak luar negeri (SPLN) itu, sehingga, implementasinya kelak akan lebih diterima.

Setali tiga uang, penerimaan pajak digital bagi Ditjen Pajak akan lebih cepat.

Baca Juga: Ramadan, ini jam operasional kantor cabang Bank Mandiri

Di sisi lain, untuk menarik pajak penghasilan (PPh) perusahaan digital asing, otoritas pajak jangan putuskan sepihak. Lebih baik menunggu konsensus Organization for Economic Co-opration and Development (OECD) dan harus menghormati hal tersebut.

“Untuk desain nanti, kita ikuti saja konsensus tersebut. Karena konsensus adalah landasan stabilitas sistem perpajakan internasional,” ujar dia.

Sementara, untuk menarif PPN ini lebih relevan dilakukan saat ini. Sebab tidak terhalang konsensus global. “Makanya, dari dahulu kami selalu merekomendasikan pemungutan PPN dahulu. Tinggal nanti disain pemungutannya mengikuti best practice yang ada,” ujarnya.

Baca Juga: Ini tiga jurus ditjen pajak kejar setoran penerimaan pajak sampai akhir tahun

Hanya saja, Fajry mewanti-wanti, bila PPN dalam PMSE bakal ditarik ini akan memberatkan masyarakat golongan menengah yang saat ini juga merasakan dampak virus corona.

“Kondisi kayak gini memang jangan dululah itu ekstensifikasi, idealnya,” imbau Fajry.

Fajry menegaskan dengan kondisi yang seperti ini, DJP harus merubah pola pikirnya. Jangan dahulu mengutamakan optimalisasi penerimaan. Namun demikian, DJP harus tetap mencegah terjadinya kebocoran penerimaan pajak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×