Reporter: Rani Nossar | Editor: Yuwono triatmojo
JAKARTA. Wilayah Jakarta dan sekitarnya terancam gelap gulita jika pemerintah tetap memaksa pembangunan Pelabuhan Cilamaya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Pasalnya, jika proyek pelabuhan dilanjutkan akan menghentikan pasokan gas dari Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang menjadi bahan bakar pembangkit listrik di DKI Jakarta.
Gusti Nyoman Wiraatmadja, Plt Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membenarkan hal itu, ia bilang selain aliran listrik di DKI Jakarta terancam padam, pembangunan pelabuhan juga akan menghentikan produksi Pupuk Kujang yang per tahunnya mencapai 600.000 ton, serta berbagai industri lainnya yang memanfaatkan gas dan minyak (migas) dari ONWJ.
"Gas terhenti dan listrik padam di sepertiga wilayah Jakarta," kata Gusti di Jakarta, Sabtu (28/03).
Hal tersebut terjadi, karena terpaksa harus memotong dan merelokasi atau modifikasi pipa-pipa gas, sehingga harus menghentikan produksi. Pengerjaan itu membutuhkan waktu minimal dua bulan. "Jadi, rekomendasi kami, lokasi pelabuhan dipindah ke tempat lain supaya tidak overlap dengan produksi migas," katanya.
Ketua Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha, juga menegaskan, sulit rasanya produksi migas ONWJ akan berdampingan dengan pelabuhan, mengingat keselamatan merupakan faktor utama di sekor migas. Ada 250 lebih platform (anjungan minyak lepas pantai) rawan tertabrak kapal yang risikonya sangat berbahaya dan fatal.
"Industri strategis (migas ONWJ) yang sudah diinstruksikan presiden merupakan obyek vital nasional itu dilindungi. ONWJ sudah produksi dari 1971. Ketika itu belum terpikirkan membuat pelabuhan di Cilamaya. Rencana pelabuhan tinggal kita geser ke Cirebon atau ke area yang bebas dari industri migas. Kenapa nggak ditujukan ke sana saja?" kata Yudha.
Terlebih, kata Satya, mencari ladang migas sangat sulit dan membutuhkan investasi yang sangat besar. Sangat naif jika ladang yang sudah berproduksi dengan cadangan yang masih besar, malah terganggu, bahkan terhenti akibat pembangunan Pelabuhan Cilamaya.
Senada degan Yudha, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, menegaskan, rencana pembanguan pelabuhan harus dipindah dari Cilamaya mengingat faktor keselamatan dan produksi migas serta ketahanan energi dan pangan nasional.
Untuk menghentikan polemik, Marwan meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) segera mengambil alih rencana proyek tersebut dari Kementerian Perhubungan (Kemhub). Bapennas harus melakukan kajian secara komprehensif dan tidak menggunakan lembaga asing seperti di Kemhub.
"Apalagi (study feasibility/FS sebelumnya) diserahkan ke asing, saya kira ini keterlaluan. Saya kira ini harus benar-benar kita review, batalkan yang dilakukan Japan International Cooperation Agency (JICA) dan gunakan lembaga negara Bapennas sebagai leader untuk koordinasi seluruh kepentingan," tandasnya.
Direktur Pelabuhan dan Pengerukan Kemenhub, Adolf R Tambunan, tidak mengakui bahwa rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya merupakan pesanan Jepang,
meski ia mengaku FS-nya mendapat batuan dari JICA. "Faktanya, memang FS-nya ada bantuan dari JICA," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News