Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak tinggal memiliki sisa waktu kurang dari dua bulan untuk mengumpulkan penerimaan pajak untuk mencapai target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar Rp 1.283,57 triliun.
Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Yon Arsal mengatakan, ada beberapa komponen yang akan berpengaruh dalam dua bulan ini sehingga diperkirakan penerimaan tidak mencatatkan shortfall. “Masih diusahakan maksimal,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (13/11).
Ia menyebutkan, komponen pertama adalah pencairan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Bukan semata-mata berasal dari penerimaan yang dipotong di sana, tapi kan juga ekonominya berputar. Itu untuk dua bulan ini, beberapa kanwil yang tergantung dengan penerimaan dari APBN dan APBN sangat tergantung ke situ,” kata Yon.
Kedua, akan ada lonjakan dari penerimaan PPh 21 yang bakal terjadi di bulan Desember, “PPh 21 closing pada Desember. Kalau ada kekurangan bayar, kekurangan potong, dilunasi di Desember,” ucapnya.
Adapun ketiga, Yon mengatakan, penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan PPN Impor juga diharapkan tetap stabil di atas 15% agar mendukung penerimaan pajak sesuai dengan target dalam APBNP 2017.
Nah, soal penerimaan dari belanja negara sendiri, ia mengaku, sampai Oktober ini pertumbuhan penerimaannya masih negatif dibandingkan tahun depan.
Yon melihat, hal ini lebih disebabkan oleh perbedaan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau dari PPh 21-nya karena komponen gaji pegawai di APBD sangat besar bisa 60%-70%.
Porsi penerimaan pajak dari kegiatan APBN juga tercatat tetap bahkan cenderung menurun. Menurut Yon, pada 2012 lalu, porsinya hanya sekitar 8% terhadap total penerimaan pajak.
“Kalau yang clue-nya administrasi pemerintahan memang masih minus, tapi kalau bendahara secara keseluruhan masih positif karena bendahara ini ada bagian pajaknya yang atas nama rekanan. Untuk PPN kan tidak atas nama negara dan itu tidak di clue-nya administrasi pemerintah. Saya masih ingin melihat ini lebih lanjut,” jelasnya.
Soal kontribusi penerimaan dari pelaksanaan APBN ini juga sempat disoroti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani beberapa waktu lalu. Ia mencatat, jumlahnya hanya Rp 84 triliun atau 7,9% dari total penerimaan perpajakan pada 2015. Lalu, mencapai Rp 86 triliun atau 7,8% dari total penerimaan perpajakan 2016.
Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo memproyeksi, penerimaan tahun 2017 bisa finish di 91,8% dengan skenario optimistis. Hal ini bisa terjadi apabila penerimaan November dan Desember stabil. Jika demikian, penerimaan pajak 2017 akan Rp 1.177 triliun, di atas pencapaian 2016 yang sebesar Rp 1.133 triliun, atau naik Rp 44 triliun.
Dengan skenario itu, maka penerimaan pajak bisa tumbuh sekitar 3.9%. Itu artinya, menurut Yustinus, penerimaan pada bulan November dan Desember 2017 harus masing-masing sebesar Rp 119,50 triliun dan Rp 200,44 triliun.
Oleh karena itu, dalam situasi perekonomian yang masih stagnan, menurut dia, kebijakan pemungutan pajak harus hati-hati dan menghindari ekstraksi berlebih. “Tantangannya dua bulan yang tersisa ini. Perlu ada pengawasan PPN dan persuasi-persuasi, juga tindak lanjut data,” jelasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News