kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Dinilai Tidak Transparan, CISDI Kecam Pengesahan RUU Kesehatan


Selasa, 11 Juli 2023 / 15:16 WIB
Dinilai Tidak Transparan, CISDI Kecam Pengesahan RUU Kesehatan
ILUSTRASI. Massa dari Tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi teatrikal di depan gedung MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Senin. Dinilai Tidak Transparan, CISDI Kecam Pengesahan RUU Kesehatan.


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli

Selain persoalan formil terkait dengan perumusan naskah RUU Kesehatan, CISDI mencatat isu substansi yang belum terselesaikan hingga rancangan ini disahkan menjadi undang-undang hari ini.

Pertama, RUU Kesehatan terbaru menghapuskan alokasi anggaran kesehatan minimal 10% dari APBN dan APBD. Padahal, masih ada 58 dari 514 kabupaten/kota di Indonesia yang proporsi anggaran kesehatannya di bawah 10% pada 2021, dengan distribusi alokasi yang timpang.

“Realita di lapangan memprihatinkan. Prioritas pembangunan kesehatan nasional sulit terlaksana di daerah karena dalih keterbatasan anggaran. Sektor kesehatan juga kerap tidak menjadi prioritas dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Hilangnya mandatory spending anggaran kesehatan membuat tidak ada jaminan atau komitmen perbaikan untuk menguatkan sistem kesehatan di tingkat pusat maupun daerah,” ujar Diah.

Baca Juga: Mau Transformasi kok Mandatory Spending Kesehatan Malah Dicoret dari RUU Kesehatan?

Kedua, RUU Kesehatan belum dengan jelas menguatkan kader kesehatan melalui pemberian insentif upah dan non-upah secara layak. RUU yang telah disahkan ini juga belum melembagakan peran kader sebagai sumber daya manusia kesehatan (SDMK), tepatnya tenaga pendukung atau penunjang kesehatan seperti yang direkomendasikan WHO.

Terakhir, komitmen pemerintah dan DPR masih belum tegas karena belum ada penegasan regulasi iklan, promosi, dan sponsorship tembakau. Tanpa regulasi yang jelas, anak-anak di Indonesia akan mudah terpapar dan terdorong untuk merokok. Tentunya ini akan berdampak besar baik secara jangka pendek maupun panjang.

Oleh karena itu, CISDI mendesak Presiden untuk meninjau dan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Undang-Undang Kesehatan yang baru saja disahkan DPR RI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×