Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
Namun, jika penerbitan utang tidak terserap dengan maksimal, maka opsi lain adalah dengan mengandalkan penerimaan pajak untuk memenuhi kebutuhan anggaran. Namun, Bhima menyebut, jika hal ini dilakukan maka akan menimbulkan masalah baru.
Sebab jika penerimaan pajak didorong lebih besar lagi, artinya masyarakat kelas menengah akan menjadi tertekan, dan membuat konsumsinya menurun. Jika konsumsi menurun, maka dunia usaha akan terkena imbasnya karena omzet yang turun.
“Karena akan menerima beban pajak lebih besar lagi untuk menutup defisit, itu akan berakibat pada kontraksi ekonomi, atau perlambatan ekonomi yang tidak diharapkan banyak pihak,” kata Bhima.
Baca Juga: Butuh Anggaran Jumbo Realisasikan Janji Prabowo-Gibran, dari Mana Sumber Dananya?
Maka dari itu, Bhima menilai opsi terbaik yang bisa dilakukan pemerintah adalah mengelola anggaran belanja seefisien mungkin. Misalnya dengan rasionalisasi belanja kementerian/lembaga (K/L), agar tidak semua K/L yang meminta tambahan anggaran disetujui.
Kemudian, pemerintahan selanjutnya juga disarankan agar lebih mendahulukan program yang dibutuhkan, ketimbang memaksakan semua program dalam dengan anggaran jumbo tanpa memperhitungkan kondisi fiskal ke depan.
“Yang perlu dilakukan bukan memperlebar defisit, atau menaikkan utang, tapi yang dibutuhkan adalah menjaga kredibilitas dalam fase transisi,” tandasnya.
Untuk diketahui, Defisit RAPBN 2025 ditetapkan pada kisaran 2,45% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB), alias lebih tinggi dari defisit dalam APBN 2024 yakni sebesar 2,29% dari PDB.
Baca Juga: Dukungan Vulgar Jokowi ke Prabowo Bisa Berdampak pada Keberpihakan Aparat
Defisit yang melebar ini lantaran porsi belanja tahun depan dirancang sebesar 14,59% - 15,18% dari PDB, atau naik dari tahun ini sebesar 14,56% dari PDB. Di sisi lain, penerimaan negara juga tidak bisa diandalkan sepenuhnya untuk menutup beban belanja tahun depan.
Dengan melebarnya defisit tersebut, sejumlah pihak khawatir, karena jika ketidakpastian ekonomi tak kunjung membaik hingga tahun depan, maka pemerintah selanjutnya tidak memiliki keleluasaan ruang fiskal, jika akan menambah anggaran untuk meredam ketidakpastian tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News