Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebanyak 16 perusahaan kelapa sawit menggugat Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Menanggapi hal itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengaku belum mengetahui perihal gugatan tersebut. Zulhas menduga gugatan itu terkait aturan peraturan menteri perdagangan dan penetapan tersangka korporasi oleh Kejaksaan Agung terkait minyak goreng.
"(Gugatan PTUN) Itu haknya orang ya bolehlah," ujar Zulhas ditemui di Kementerian Perdagangan, Jumat (22/9).
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim menambahkan, pengajuan gugatan merupakan hak pelaku usaha. Ia menyebut, pihaknya belum mengetahui perihal gugatan tersebut.
"Kami di Kemendag akan ikuti proses hukumnya," ucap Isy.
Baca Juga: Aprindo Siapkan Gugatan ke PTUN Soal Utang Rafaksi Minyak Goreng
Dihubungi secara terpisah, Kuasa Hukum PT Musim Mas, Marcella Santoso mengatakan, objek gugatan PTUN adalah surat jawaban Ombudsman.
Disebutkan, didalam surat tersebut pada pokoknya menyatakan bahwa tergugat (Menteri Perdagangan) telah melakukan maladministrasi/kesalahan dalam menerapkan formulasi kebijakan yang berkaitan dengan penyediaan dan stabilisasi harga komoditas minyak goreng dengan memberlakukan segenap peraturan.
"PT Musim Mas tidak menggugat Kementerian Perdagangan, tetapi hanya meminta pengadilan untuk menafsirkan undang-undang (aturan) DMO," ujar Marcella kepada Kontan, Jumat (22/9).
Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan menerbitkan beberapa kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) minyak goreng dalam menangani kelangkaan minyak goreng pada awal 2022.
Ombudsman mencatat, Kementerian Perdagangan telah menerbitkan setidaknya 7 Peraturan Menteri Perdagangan, 2 Keputusan Menteri Perdagangan, dan 1 Keputusan Direktur Jenderal.
Ombudsman menilai hal itu menunjukkan banyaknya jumlah peraturan menteri yang diterbitkan dalam kurun waktu yang relatif sangat singkat untuk mengendalikan permasalahan minyak goreng. Namun tidak mampu mengatasi permasalahan minyak goreng yang dihadapi dalam waktu cepat.
"Sehingga menimbulkan kerugian pelaku usaha dan masyarakat," ujar Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika.
Setelah penerbitan beberapa kebijakan minyak goreng pada awal 2022, Kejaksaan Agung menetapkan tersangka kasus korupsi izin ekspor CPO pada April 2022. Tersangka terdiri dari pejabat Kemendag, tersangka pihak swasta dari tiga grup korporasi kelapa sawit dan anggota tim asistensi Kemenko Perekonomian.
Perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) di tingkat Kasasi. Lima orang terdakwa telah dijatuhi pidana penjara dalam rentang waktu 5 tahun-8 tahun. Serta kerugian negara akibat perkara tersebut mencapai Rp 6,47 triliun.
Dalam putusan perkara ini, Majelis Hakim memandang perbuatan para terpidana merupakan aksi korporasi. Oleh karenanya, Majelis Hakim menyatakan bahwa yang memperoleh keuntungan ilegal adalah korporasi (tempat dimana para Terpidana bekerja).
Berdasarkan hal tersebut, Kejaksaan Agung melakukan penyidikan korporasi, guna menuntut pertanggungjawaban pidana serta untuk memulihkan keuangan negara. Dari hasil penyidikan, terdapat 3 korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka yaitu Wilmar Grup, Permata Hijau Grup, dan Musim Mas Grup pada pertengahan Juni 2023.
Setelah itu, tercatat 16 perusahaan kelapa sawit menggugat Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Tercatat pendaftaran gugatan pada 18-19-20 September 2023.
"Klasifikasi perkara, tindakan administrasi pemerintah/tindakan faktual," dikutip dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) PTUN Jakarta.
Baca Juga: Aprindo Bawa Sengketa Utang Rafaksi Minyak Goreng ke PTUN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News