Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Melalui Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR) 897/2017 tentang besaran remunerasi minimal ahli untuk jasa layanan konsultasi konstruksi yang telah tersertifikasi, pemerintah harapkan bisa dongkrak kualitas pembangunan infrastruktur.
Dalam beleid tersebut, ahli muda lulusan sarjana dengan pengalaman satu tahun kerja saja bisa kantongi minimal Rp 18 juta perbulan. Sementara untuk ahli madya dengan ketentuan serupa bisa dapat Rp 21 juta perbulan. Dan Rp 25,5 juta untuk Ahli Utama dengan ketentuan serupa.
Dengan tingkat pendidikan dan pengalaman lebih para konsultan konstruksi bahkan bisa raup pendapatan jauh lebih besar. Ahli utama bergelar doktor dengan pengalaman 23 tahun misalnya, minimal akan meraih Rp 77 juta perbulan.
Meski telah dijamin dapatkan gaji melimpah, nyatanya jumlah ahli konstruksi tersertifikasi masih sangat minim.
"Secara total dari sekitar 7 juta lebih tenaga kerja konstruksi Indonesia, baru 702.279 pekerja yang tersertifikasi. Atau baru sekitar 9,8%," kata Ketua Lembaga Penyedia Jasa Konstruksi (LPJK) Nasional Ruslan Rivai, Kamis (7/12) di Tangerang.
Dari LPJK Nasional, pada 2017 hanya ada 95.618 Ahli Muda tersertifikasi, 110.966 Ahli Madya, dan 8.765 Ahli Utama.
Rivai menambahkan, dari jumlah tersebut pun baru sekitar 40%. Padahal kata Ruslan, Badan Usaha Jasa Konstruksi (BUJK) wajib miliki minimal dua tenaga ahli sebagai penanggung jawab teknis dan konsultan.
"Sisanya kemana? Dari pengamatan kami lantaran masih banyak pekerja konstruksi yang belum tersertifikasi, tenaga ahli ini tidak dijadikan penanggung jawab teknis maupun konsultan, tapi hanya digunakan sebagai syarat menang lelang," sambungnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News