Reporter: Grace Olivia | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan upaya optimalisasi penerimaan negara akan terus berlanjut di tahun 2020. Kendati begitu, ia tak memungkiri tantangan perekonomian diprediksi masih berat lantaran dinamika dan ketidakpastian global masih tinggi hingga tahun depan.
Salah satu strategi makro fiskal yang disampaikan Sri Mulyani dalam Sidang Paripurna Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020, Senin (20/5), ialah memobilisasi pendapatan untuk pelebaran ruang fiskal.
Mobilisasi tersebut dilakukan dalam bentuk optimalisasi penerimaan perpajakan, maupun reformasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
"Pemerintah berupaya meningkatkan tax ratio. Reformasi perpajakan juga terus merespon perkembangan ekonomi, serta mendorong daya saing investasi dan eskpor melalui pemberian insentif fiskal," ujar Sri Mulyani dalam pidatonya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani menyampaikan, pemerintah berharap dapat mendorong peningkatan tax ratio 2020 pada kisaran 11,8%-12,4% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Jika dibandingkan dengan RAPBN 2019, kisaran target tax ratio ini lebih rendah. Dalam RAPBN 2019, pemerintah mematok target tax ratio berada di kisaran 11,4% -13,6% terhadap PDB. Adapun, akhirnya pemerintah menetapkan target tax ratio dalam APBN 2019 sebesar 12,2% terhadap PDB.
Sri Mulyani menjelaskan target yang disampaikan pemerintah dalam Sidang Paripurna hari ini memang masih dalam kisaran yang cukup lebar.
"Jadi kalau kita lihat range terendah (tax ratio 2020) masih sama dengan performance kita saat ini. Kita tetap berharap kemampuan penerimaan perpajakan kita akan tetap positif," ujar Sri Mulyani saat ditemui usai Sidang Paripurna.
Ia tak menampik tantangan penerimaan perpajakan memang ada dan tampak juga dalam kinerja penerimaan dalam APBN 2019. Dampak perlambatan ekonomi global mempengaruhi kinerja ekspor dan impor nasional yang hingga April lalu masih tercatat terkontraksi sehingga mempengaruhi penerimaan negara.
Selain itu, kebijakan pemerintah mengubah skema waktu pembayaran tebusan pita cukai rokok dari yang sebelumnya di akhir tahun menjadi di kuartal pertama tahun berikutnya, menurut Sri Mulyani, juga akan memperlambat kinerja penerimaan perpajakan di sisa tahun ini.
Oleh karena itu, Sri Mulyani bilang akan terus mengamati berbagai faktor risiko terhadap penerimaan dan APBN hingga akhir kuartal II-2019 sebagai bekal pembahasan RAPBN 2020 yang akan bergulir di bulan-bulan ke depan.
"Dalam pembahasan selama dua bulan ke depan kan kita juga akan makin membentuk titik kesepakatan sebelum kita tuangkan dalam nota keuangan dan mendengar juga pandangan dari semua fraksi DPR," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News