Reporter: Andri Indradie, Lisa Riani, Silvana Maya Pratiwi , Tedy Gumilar | Editor: Tri Adi
Perkembangan koperasi di Indonesia memang berjalan lamban. Meski sejak puluhan tahun silam di gadang-gadang sebagai soko guru perekonomian nasional, nyatanya peran koperasi dalam perekonomian Indonesia belum juga signifikan.
Minimnya dukungan pemerintah membuat hanya sedikit koperasi yang mampu bertahan dan berkembang melintasi jaman. Belum lama ini saja, pemerintah mencabut izin sekitar 62 ribu koperasi di Indonesia. Masih ada 147.249 koperasi yang tersisa. Namun tanpa dukungan nyata, koperasi skala kecil dan menengah yang masih beroperasi, sejatinya belum dalam posisi yang aman.
Beberapa koperasi yang berhasil tumbuh besar, sangat minim dari andil pemerintah. “Pemerintah? Assalamualaikum, walaikum salam. Sudah begitu saja,” kata Andy Arslan Djunaid, Direktur Utama Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa saat ditanya soal kontribusi pemerintah dalam membantu mengembangkan bisnis Kospin Jasa.
Meski relatif mandiri, koperasi-koperasi seperti Kospin Jasa mampu menunjukkan performa apik. Daya tahannya di tengah kondisi ekonomi sulit yang juga menghantam bisnis koperasi nyatanya juga cukup mumpuni.
Berikut ulasan soal perkembangan koperasi-koperasi besar di Indonesia.
• KWSG
Dari sekian banyak koperasi yang berawal dari perusahaan milik negara, Koperasi Warga Semen Gresik (KWSG) layak untuk ditampilkan ke muka. Tengok saja data-data keuangan koperasi yang bisa bikin minder banyak perusahaan skala menengah.
Per Desember 2014, aset koperasi karyawan PT Semen Indonesia Tbk itu mencapai sekitar Rp 1,02 triliun. Sementara omzetnya mencapai Rp 2,67 triliun.
Sedangkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibagikan secara proporsional untuk 6.000 anggota KWSG mencapai Rp 60 miliar. Kalau dihitung secara kasar, tahun lalu rata-rata tiap anggota menerima Rp 10 juta.
Tahun ini, KWSG menargetkan omzetnya bisa tumbuh hingga Rp 3 triliun. Namun dampak kondisi ekonomi sulit ikut membelit langkah koperasi. “Kalau liat kondisi seperti sekarang, enggak turun dari tahun lalu saja sudah bagus,” kata Edi Kartika, Ketua Pengurus KWSG.
Meski tengah terjepit, nyatanya KWSG tidak menghentikan laju ekspansinya. Yang paling anyar adalah pembangunan pabrik fiber cement board di di Mojosari, Mojokerto, Jawa Timur. Ini adalah pabrik pertama yang dimiliki KWSG dan nantinya akan memproduksi plafon glassfiber reinforced cement (GRC).
Pembangunannya sudah dimulai sejak Juni 2014. Rencananya, pada 17 September 2015 mendatang, KWSG akan meresmikan pengoperasian fasilitas produksi tersebut. “Sekarang sedang dalam tahap persiapan commisioning,” ujar Edi.
Dengan kapasitas produksi mencapai 84 ribu ton, atau 4,8 juta lembar per tahun, pabrik KWSG menelan investasi sekitar Rp 230 miliar. Sebagian besar investasi berasal dari pinjaman perbankan.
Selama bertahun-tahun, perkembangan bisnis KWSG memang banyak ditopang oleh dana perbankan. Sekitar 70%-80% modal usaha berasal dari pinjaman beberapa bank-bank nasional, seperti Mandiri, BNI, Bank Syariah Mandiri, dan bank daerah Bank Jatim. Dalam setahun, menurut Edi, pembiayaan yang disalurkan perbankan untuk KWSG mencapai ratusan miliar rupiah.
Pengoperasian pabrik ini membuka babak baru bagi bisnis KWSG. Sebab, selama ini mereka lebih banyak berperan sebagai distributor bahan bangunan.
Sebagai koperasi karyawan, KWSG bermula sebagai pemain bisnis penunjang untuk Semen Indonesia. Misalnya, untuk mendistribusikan semen dan memproduksi pakaian karyawan Semen Indonesia. Namun, dalam perkembangannya, KWSG bergerak mencari peluang-peluang lain di luar Semen Indonesia.
Untuk bahan bangunan, KWSG juga mendistribusikan beragam produk dari perusahaan swasta seperti PT Nusantara Building Industries dan PT Adi Mas Putra Prima Sentosa untuk asbes dan cat produksi PT Putra Mataram. “Kami memang jadi distributor produk Semen Indonesia. Tapi tidak ada keistimewaan, kami diperlakukan layaknya distributor pada umumnya,” klaim Edi.
Menurut Edi, kunci keberhasilan KWSG bukanlah karena mereka memiliki ikatan dengan perusahaan yang banyak memberikan order bisnis. Buktinya, cukup banyak koperasi karyawan perusahaan yang tidak berkembang.
Menurut Edi, salah satu kunci keberhasilan KWSG adalah profesionalitas. Meski pengurusnya berstatus karyawan PT Semen Indonesia, namun mereka sudah “dihibahkan” sepenuhnya untuk mengelola koperasi. Dengan begitu, pengurus bisa berkonsentrasi penuh untuk membesarkan koperasi tanpa harus dibebankan dengan tugasnya sebagai karyawan perusahaan. “Saya ini karyawan Semen Indonesia yang ditugaskan di koperasi full 100%. Kebijakan ini sudah lama diberlakukan di Semen Indonesia,” ujar Edi.
• Kospin Jasa
Kospin Jasa berawal dari koperasi simpan-pinjam bagi pengusaha batik di Pekalongan, Jawa Tengah. Namun dalam perkembangannya, koperasi ini juga menjamah anggota dari kalangan lain, seperti pedagang pasar, pelaku usaha kecil dan menengah. Malah, sejak 17 Agustus 2004, koperasi ini juga mendirikan koperasi Kospin Jasa Syariah untuk melayani segmen anggota yang lebih khusus.
Hingga saat ini, Kospin Jasa masih fokus di bisnis
simpan-pinjam, termasuk di Kospin Jasa Syariah. Menurut Andy, kalaupun mereka memiliki saham di perusahaan percetakan PT Perintis Jasa Grafika, strategi itu lebih untuk
memenuhi kebutuhan internal Kospin Jasa.
Cuma, sebagaimana penyalur kredit yang lainnya, Kospin Jasa juga tak lepas dari efek kelesuan ekonomi. Andy memprediksi, penyaluran kredit Kospin Jasa tahun ini hanya tumbuh sekitar 12%-15%, jauh lebih rendah dari target pertumbuhan kredit 25%. Tahun lalu, kredit yang dikucurkan Kospin Jasa masih bisa tumbuh hingga hampir 20%.
Untuk mengejar target ekspansi kredit, Kospin Jasa sepenuhnya mengandalkan kas internal yang bersumber dari simpanan anggota. Asal tahu saja, total tabungan dan simpanan di Kospin Jasa saat ini mencapai sekitar Rp 4,5 triliun. “Kami salurkan ke pinjaman kira-kira Rp 3,8 triliun,”
kata Andy.
Selain masih bisa menutupi kebutuhan ekspansi kredit dari simpanan anggota, Kospin Jasa juga belum melirik pembiayaan perbankan lantaran cost of fund yang lebih tinggi. Jika kredit bank berbunga 12%-13%, dari anggota, bunga simpanan yang musti dibayar paling tinggi cuma 8%.
Tahun ini Kospin Jasa berencana menambah 20 kantor layanan baru di beberapa wilayah di Indonesia. Target nasabahnya khususnya para pedagang pasar sehingga kantor-kantor tersebut sengaja dibikin di dekat pasar-pasar tradisional. Hingga Juli, sudah 12 kantor baru yang beroperasi.
Meski optimistis bisa mencapai target, Andy gusar lantaran tak mudah mendirikan kantor cabang baru. Pasalnya, berdasarkan aturan yang berlaku, untuk mendirikan koperasi di suatu daerah, harus menyertakan 20 orang anggota dulu. “Kantor saja belum saya beli, belum saya sewa, saya sudah harus punya anggota 20? Logikanya di mana?” keluh Andy.
• BMT Sidogiri
Jika berbicara soal koperasi berbasis syariah di Indonesia, rasanya kurang lengkap jika tidak menyebut nama Baitul Maal wat Tamwil Usaha Gabungan Terpadu (BMT UGT) Sidogiri. Ya. Koperasi yang berpusat di Pasuruan, Jawa Timur (Jatim), itu memang salah satu koperasi syariah terbesar di Indonesia.
Berdasar data per Juli 2015, asetnya saja mencapai sekitar Rp 1,7 triliun, bertambah sekitar Rp 200 miliar dari posisi per Desember 2014. Bisnisnya tak cuma di usaha simpan-pinjam berbasis syariah tapi juga merambah ke bisnis lain seperti properti.
Abdul Majid Umar, Direktur Utama BMT Sidogiri menyebut, untuk menopang bisnis simpan-pinjam, tahun ini, BMT Sidogiri berambisi menambah 30 kantor layanan di berbagai wilayah Indonesia. Di antaranya di Jatim, Bali, dan Kalimantan Barat. Tahun 2015 masih tersisa sekitar empat bulan, tinggal lima kantor layanan lagi yang belum di buka.
Targetnya, Agustus ini kelima kantor baru tersebut sudah bisa beroperasi. Dengan begitu, total kantor layanan yang dimiliki BMT Sidogiri mencapai 274 unit yang berada hampir di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di daerah-daerah pedalaman seperti Manis Mata di pedalaman Kalimantan Barat.
Prioritas ekspansi BMT Sidogiri memang di daerah-daerah yang tidak tersentuh lembaga keuangan konvensional, seperti bank. “Potensi ekonomi daerah-daerah itu besar. Tapi karena tidak ada bantuan keuangan jadi sulit berkembang,” kata Majid.
Untuk mengembangkan layanannya, Sidogiri tengah membangun jaringan internet yang menghubungkan kantor layanannya di berbagai daerah. Nilai investasinya, kata Majid, sekitar Rp 3 miliar. Saat ini sudah ada sekitar 15 titik yang terpasang infrastruktur seperti pemancar. Ke depan, akses jaringan internet ini juga akan dibuka untuk masyarakat dan koperasi lain yang berada di sekitar kantor layanan Sidogiri.
Tak cuma berbisnis simpan-pinjam fulus, BMT Sidogiri juga merambah bisnis properti. Memanfaatkan aset tanah milik BMT di dua lokasi di Pasuruan, koperasi syariah tersebut menggandeng pengembang dan bank membangun perumahan sangat sederhana.
Masing-masing proyek akan dibangun di atas lahan seluas 3 hektare (ha) dan 1,5 ha. Rencananya, ratusan unit rumah akan dibangun di dua perumahan yang mengusung konsep islami. Hingga saat ini sudah ada sekitar 240 unit rumah terjual. “BMT investasinya di tanah. Yang bangun pengembang, pembiayaannya dari bank,” ujar Majid.
Selain mengandalkan kas internal, BMT Sidogiri sejak lama memang sudah menjalin kerjasama pembiayaan dengan berbagai bank syariah nasional. Salah satunya Bank BCA Syariah yang sejak 2013 telah dua kali menyalurkan pembiayaan ke BMT Sidogiri dengan total nilai Rp 50 miliar.
Tak cuma soal pembiayaan, Sidogiri juga menggandeng perbankan untuk menambah layanan kepada anggotanya. Misalnya, lewat kerjasama dengan BRI Syariah, nasabah koperasi tersebut bisa memanfaatkan fasilitas ATM BRI Syariah untuk menarik dana dari rekeningnya di BMT Sidogiri.
• Koperasi Astra
Dari namanya, orang langsung bisa menebak jika koperasi yang satu ini punya hubungan dengan kelompok bisnis Astra International. Didirikan 25 tahun silam, koperasi ini memang dibikin dan dikelola oleh karyawan grup Astra namun bukan bagian dari entitas kelompok bisnis tersebut.
Tak heran pula jika bisnis koperasi ini banyak memanfaatkan peluang dari grup Astra. Ambil contoh, ekspansi koperasi di bisnis transportasi. Koperasi telah membeli satu unit kapal penumpang yang selanjutnya disewakan ke grup Astra.
Nantinya, kapal tersebut akan digunakan untuk mengangkut karyawan Astra dari satu titik ke titik lain di Kalimantan. “Mudah-mudahan awal September ini bisa beroperasi,” kata Masrana, Ketua Pengembangan Usaha Koperasi Astra International.
Diversifikasi bisnis lainnya adalah di pergudangan. Fati Hendrayani, Wakil Ketua Umum Koperasi Astra International menyebut rencana membangun gudang penyimpanan dokumen yang akan disewakan ke Astra.
Sayangnya, pembangunan gudang yang rencananya digelar tahun ini terpaksa diundur ke tahun depan. Alasannya, pengurus koperasi belum menemukan lahan yang cocok untuk kepentingan tersebut.
Sinergi koperasi dengan perusahaan-perusahaan milik grup Astra juga terlihat dari alur penyaluran kredit koperasi. Mulyanto, General Manager Koperasi Astra International bertutur, setiap anggota yang hendak mengajukan kredit, harus mendapatkan persetujuan lebih dulu dari bagian Human Resource Development (HRD) masing-masing perusahaan.
Proses tersebut untuk mengecek kemampuan si karyawan dalam mengangsur pinjaman. Dus, kerja pengurus koperasi lebih gampang dan kredit yang disalurkan bisa
berkualitas.
Namun dalam perkembangannya, Koperasi Astra tak melulu bergantung pada grup Astra. Misalnya, PT Sigap Prima Astrea, yang mayoritas sahamnya dimiliki Koperasi Astra. Perusahaan jasa keamanan, itu juga memiliki banyak klien korporasi di luar grup Astra.
Begitu pula dengan PT Karsa Surya Indonusa yang dimiliki koperasi. Meski awalnya kepemilikan perusahaan tersebut dibeli dari Dana Pensiun Astra I, usaha yang dilakoninya tak punya pertalian bisnis dengan grup Astra. Karsa Surya Indonusa adalah perusahaan yang mengelola kereta gantung/gondola di Taman Impian Jaya
Ancol.
Untuk menopang bisnisnya, pendanaan utama Koperasi Astra berasal dari kas internal yang bersumber dari simpanan anggota dan laba ditahan. Pembiayaan bank, kalaupun dibutuhkan, porsinya tergolong kecil, hanya sekitar 20%. “Ada beberapa bank menawarkan ke kita pinjaman sampe Rp 200 miliar, tapi kita nggak ambil. Kita cukup dari simpanan sendiri,” ujar Masrana.
Besar karena mandiri lebih puas, ya.
Laporan Utama
Mingguan Kontan No. 46-XIX, 2015
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News