Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kian mengkhawatirkan berbagai sektor industri di tanah air.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi mengatakan bahwa ancaman PHK yang sebelumnya mayoritas menyasar sektor padat karya seperti tekstil, garment dan sepatu, saat ini meluas ke sektor lainnya seperti elektronik, otomotif, media, retail dan sebagainya.
"Ini tidak hanya terjadi didalam negeri, negara lain juga alaminya. Hal ini terjadi karena menurunnya daya beli masyakarat global salah satu sebabnya karena ter PHK atau usahanya lagi lesu, sehingga pendapatan jauh berkurang bahkan tak ada pendapatan," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (14/5).
Ristadi mengungkapkan, dampak lainnya juga akibat dari adanya konflik-konflik perang yang terjadi di dunia. Menurutnya, masyarakat juga lebih memilih belanja kebutuhan utama seperti pangan.
"Dampak secara umum maka bermuara menurunnya permintaan order ke industri. Dari pengamatan saya, efesien anggaran industri tidak akan banyak berpengaruh sebab tidak akan mengurangi signifikan biaya pokok produksi dan tetap saja akan kalah dengan harga barang impor terutama dari China," ungkapnya.
Baca Juga: Tsunami PHK di Dunia Teknologi, 50.000 Lebih Pekerja Terdampak pada Awal 2025
Di samping itu, Ristadi menuturkan, data PHK yang dikeluarkan oleh berbagai pihak cenderung berbeda. Misalnya, dari pemerintah jumlah PHK tampak lebih kecil sebab pemerintah tidak melakukan verifikasi secara khusus dan masif keseluruh perusahaan di Indonesia, menurutnya pemerintah cenderung pasif
"(Alasan kedua) banyak perusahaan-perusahaan tertutup tidak mau melaporkan terjadi PHK sesungguhnya," terangnya.
Lebih lanjut, Ristadi menambahkan, untuk menekan PHK eksistensi industri harus dilindungi dan dipertahankan. Caranya, dengan mengamankan pasar dalam negeri dari serbuan barang-barang impor yang harganya jauh lebih murah.
Berikutnya, secara bersamaan perlu ada pembaruan teknologi industri, insentif pajak, harga energi bersaing dan lain-lain.
"Dengan demikian harapannya industri bisa bertahan bahkan bisa berkembang untuk menyerap tenaga kerja baru. Untuk penyerapan tenaga kerja baru juga digenjot investasi-investasi baru di segala sektor industri," pungkasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data KSPN, saat ini jumlah PHK yang terjadi di semua sektor pada Periode Januari hingga awal Maret 2025 mencapai 61.356.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) membeberkan dalam periode 1 Januari hingga 10 Maret 2025 terdapat 73.992 peserta keluar dari kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan karena PHK, dan 40.683 di antaranya telah mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT).
Hasil survei Apindo yang dilakukan terhadap 350 perusahaan anggota pada 17-21 Maret 2025 mencatat bahwa faktor utama terjadinya PHK antara lain penurunan permintaan (69,4%), kenaikan biaya produksi (43,3%).
Berikutnya, disebabkan karena perubahan regulasi ketenagakerjaan terutama terkait upah minimum (33,2%), tekanan dari produk impor (21,4%) serta dampak dari adopsi teknologi dan otomatisasi (20,9%).
Baca Juga: Mulai dari Kenaikan Upah Hingga Penurunan Permintaan Jadi Pemicu Lonjakan PHK
Selanjutnya: Promo Bank Saqu 14-16 Mei 2025 di Kopi Kenangan, Janji Jiwa dan Tomoro Coffee
Menarik Dibaca: Dividen Astra International (ASII) Rp 308 per saham, Potensi Yield Sekitar 6%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News