Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah akan menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) efektif untuk rokok menjadi 8,7% di tahun depan. Kepastian kenaikan tarif untuk rokok itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK), Nomor 174/PMK.03/2015 tentang tata cara perhitungan dan pemungutan PPN atas penyerahan hasil tembakau.
Tarif PPN yang termuat dalam beleid tersebut lebih tinggi 0,3% dari tarif yang kini berlaku. Rencananya, tarif baru ini akan berlaku mulai 1 Januari 2016 mendatang. Kebijakan menaikkan tarif PPN itu bertujuan untuk mendorong penerimaan negara dari sisi perpajakan.
Nantinya, tarif baru ini akan dikalikan dengan harga jual eceran (RJE) kepada konsumen setelah dikurangi laba bruto, untuk penyerahan rokok yang diberikan secara cuma-cuma Selama ini, tarif PPN rokok diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 62/KMK.03/2002 tentang dasar perhitungan, pemungutan, dan penyetoran PPN atas penyerahan hasil tembakau. Dalam beleid tersebut, PPN rokok yang dipungut yaitu sebesar 8,4%.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama menjelaskan, pemerintah memang berniat menaikan tarif PPN rokok selama beberapa tahun ke depan. Kenaikan tidak hanya dilakukan pada tahun depan saja, melainkan hingga tahun 2019 mendatang.
Hal tersebut sesuai dengan roadmap yang disusun pemerintah mengenai tarif PPN rokok. "Tarif PPN rokok akan menjadi 9,1% pada 2018 nanti," ujar Mekar, Selasa (29/9) ketika dihubungi KONTAN. Sebelumnya, pemerintah berencana menaikan tarif PPN rokok hingga 10%.
Dengan asumsi, bisa menambah penerimaan negara hingga Rp 3 triliun per tahun. Kenaikan tarif PPN itu tidak akan dilakukan secara langsung, melainkan secara bertahap dari tahun ke tahun. Mekar menuturkan, tahun 2016 dinilai waktu yang tepat merealisasikan roadmap tersebut. Ia beralasan, kenaikan itu bersamaan dengan waktu kenaikan cukai rokok. Tarif PPN sebesar 8,7% ini dikenakan atas hasil penyerahan rokok yang dibuat di dalam negeri, atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara menuturkan, kenaikan tarif PPN rokok merupakan hasil kesepakatan antara pemerintah dengan pengusaha.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo menyatakan, dengan adanya kenaikan tarif PPN tersebut, maka ada potensi pemasukan pajak tambahan yang berkisar Rp 800-Rp 1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News