kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

DDTC: Potensi shortfall penerimaan cukai hasil tembakau hanya Rp 1,37 triliun di 2020


Selasa, 21 Juli 2020 / 19:16 WIB
DDTC: Potensi shortfall penerimaan cukai hasil tembakau hanya Rp 1,37 triliun di 2020
ILUSTRASI. Petani mengeringkan tembakau di Kampung Tembakau, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/foc.


Reporter: Venny Suryanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 turut berdampak pada sektor pengolahan tembakau atau yang dikenal sebagai Industri Hasil Tembakau (IHT).

Partner Tax Research & Training Services Danny Darusaalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menjelaskan, salah  satu kebijakan di IHT yang paling menimbulkan banyak polemik di lapangan ialah Cukai Hasil Tembakau (CHT). 

Oleh karena itu tak heran, kebijakan CHT di Indonesia sendiri memiliki banyak tujuan yang sering kali tidak sejalan. Misalnya saja optimalisasi penerimaan negara, pengendalian konsumsi tembakau guna menyokong sektor kesehatan, dan mewujudkan kesinambungan bisnis dan ketenagakerjaan sebagai beberapa di antaranya.

“Di saat tekanan perekonomian nasional karena adanya potensi pelebaran defisit semakin meningkat saat pandemi, tekanan dari sisi pelaku bisnis di sektor IHT sendiri juga  tak kalah signifikan. Di sisi lain, penerimaan negara sendiri masih sangat bergantung pada CHT,” jelas Bawono dalam live conference, Selasa (21/7). 

Baca Juga: Simplikasi tarif cukai rokok dapat mendorong terciptanya persaingan setara

Berdasarkan data dari LKPP dan Kementerian Keuangan, kontribusi CHT terhadap penerimaan perpajakan pada tahun 2018 dan 2019 mencapai 10,07% dan 10,67%. Padahal pada satu dekade yang lalu, kontribusinya hanya berkisar 8% dari total penerimaan perpajakan. Sehingga masih terdapat lebih dari 5 juta orang yang menggantungkan hidupnya di IHT pada 2018 (Kementerian Perindustrian, 2019). 

“Oleh karena itu, pelemahan pada sektor ini tentunya juga akan berdampak luas bagi kondisi perekonomian negara,” tambahnya. 

Selain dikarenakan adanya pelemahan ekonomi, tekanan terhadap sektor IHT lainnya juga tidak terlepas dari tujuan kebijakan CHT lainnya, yakni untuk mengendalikan konsumsi rokok.  Menurutnya ini menjadi suatu hal yang seringkali menjadi kontroversi dimana produk tembakau semacam rokok sangat berkaitan dengan risiko kesehatan pernafasan sebagaimana halnya Covid-19.

“Nampaknya relaksasi penerimaan negara dari sektor ini masih sangat sulit dilakukan mengingat CHT sendiri masih menjadi “tulang punggung” setidaknya dalam konteks penerimaan perpajakan,” paparnya. 

Bawono juga bilang, meskipun rencana ekstensifikasi cukai telah dicantumkan dalam omnibus law perpajakan, produk hukum tersebut belum menemui kata sepakat hingga saat ini sehingga CHT masih harus dioptimalkan kembali untuk menjadi sumber penerimaan cukai andalan pada tahun 2020 dan mungkin pula beberapa tahun ke depan.

Sebab, dengan berbagai tekanan pada perekonomian tahun ini serta untuk mencapai target tujuan CHT yang beragam, DDTC Fiscal Research menilai perlu untuk mengamati beberapa permasalahan mendasar yang masih dapat dibenahi untuk memperbaiki kinerja 

Baca Juga: Simplifikasi tarif cukai mengancam rantai bisnis pelaku IHT



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×