Reporter: Bidara Pink, Ratih Waseso, Venny Suryanto, Yusuf Imam Santoso | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - Daya beli masyarakat Indonesia kian merosot di tengah pandemi virus corona Covid-19. Pemerintah memang sudah mengguyurkan bantuan sosial untuk masyarakat kelas bawah, tapi belu menyentuh insentif bagi golongan menengah atas.
Padahal kelas menengah atas ini sejatinya masih punya daya beli yang cukup tinggi, apabila mendapatkan bantuan dari kebijakan pemerintah. Salah satunya adalah kebijakan di bidang energi, yakni menurunkan harga bahan bakar minyak dan tarif dasar listrik.
Apalagi kebijakan penurunan harga energi ini bertepatan dengan tren harga minyak mentah dunia yang terus landai di bawah US$ 30 per barrel. Misalnya harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni yang Rabu (6/5) kemarin diperdagangkan di kisaran US$ 23.44 per barrel.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto menilai, dengan kebijakan menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM), tarif listrik, dan gas.akan menjadi salah satu cara yang efektif mendongkrak daya beli dan konsumsi masyarakat, termasuk kelas menengah ini.
Menurut Akhmad, BBM dan energi menjadi konsumsi sekaligus komponen terbesar pengeluaran warga miskin maupun masyarakat kelas menengah. Meskipun saat inii mobilitas masyarakat dibatasi, dengan harga BBM turun, akan tetap berperan besar dalam mobilitas barang logistik.
Ekonom Institut Kebijakan Strategis Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi menambahkan, penurunan harga BBM dan energi akan mendorong tigkat daya beli masyarakat kelas menengah. Kelompok menengah atas inilah yang mendongkrak konsumsi.
Seperti kita tahu, krisis ekonomi datang lebih awal di Indonesia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi yang sebelumnya diprediksi baru akan nampak pada kuartal II dan III tahun 2020 ini ternyata sudah nampak pada kuartal I-2020.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 hanya 2,97% yoy. Capaian ekonomi kuartal I ini adalah yang terendah dalam 19 tahun terakhir.
Angka ini jauh dari prediksi Kementerian Keuangan yang yakin ekonomi kuartal I masih akan tumbuh di kisaran 4,5%-4,7%. Jauh pula dari proyeksi Bank Indonesia masih di kisaran 4,3%-4,6%.
Bahkan beberapa ekonom yang sebelumnya dihubungi KONTAN juga masih memprediksi kuartal I-2020 tumbuh di kisaran 3%-4,2%
Kepala BPS Suhariyanto, Selasa (5/5) mengatakan perlambatan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tak hanya di Indonesia, tapi juga dirasakan negara-negara lain, karena terdampak pandemi virus korona (Covid-190.
Salah satu biang kerok perlambatan ekonomi kuartal I adalah konsumsi rumah tangga yang ambruk. BPS mencatat konsumsi masyarakat hanya tumbuh 2,84% yoy. Padahal, periode sama tahun lalu konsumsi rumah tangga masih mampu tumbuh 5,02%.
"Ini karena porsi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Indonesia sangat besar, maka penurunan pertumbuhannya menggeret pertumbuhan ekonomi ke bawah," kata Suhariyanto.
Meski di bawah perkiraan pemerintah, Iskandar Simorangkir Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, capaian ekonomi ini masih merupakan prestasi. "Bila membandingkan dengan negara-negara lain yang tumbuh negatif, capaian 2,97% ini masih merupakan prestasi," kata Iskandar.
Ia menyebut, pemerintah sudah memasang kuda-kuda untuk menjaga ekonomi di tengah krisis akibat Covid-19. Pemerintah juga telah menambah anggaran belanja dan pembiayaan anggaran hingga RP 405,1 triliun untuk insentif penanganan efek Covid-19 terhadap perekonomian.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menambahkan, pemerintah akan mempercepat penyaluran bantuan sosial untuk mencegah merosotnya daya beli masyarakat. "Penurunan kinerja konsumsi yang tajam di kuartal I-2020 ini sebagai indikasi urgensi percepatan penyaluran bantuan sosial di kuartal II," kata Febrio.
Sementara dari sisi produksi, pemerintah akan menyiapkan bantalan dengan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk UMKM. Program ini akan diluncurkan untuk meringankan tekanan ekonomi bagi pelaku usaha, terutama ultra mikro dan UMKM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News