Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) memperkirakan, bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) bakal lebih agresif dalam mengerek suku bunganya.
Gubernur BI Perry Warjiyo membaca, The Fed akan menaikkan suku bunga kebijakan 7 kali pada tahun ini. Atau lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebanyak 5 kali.
Tak hanya soal berapa kali peningkatan suku bunga, Perry bahkan menyebut ada kemungkinan bank sentral negara adidaya ini akan menaikkan tingkat suku bunga kebijakan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.
Baca Juga: The Fed Bakal Lebih Agresif, Wall Street Tak Berdaya
“Dengan kenaikan inflasi dan dampak kenaikan harga energi dari tensi geopolitik Rusia dan Ukraina, ada kemungkinan-kemungkinan Fed Fund Rate (FFR) akan naik lebih tinggi lagi,” tutur Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4).
Perry melihat, tentu ini akan membawa dampak terhadap Indonesia, terutama terkait dengan aliran modal asing. Nah, ini kemudian muaranya pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Dalam hal ini, Perry mengaku akan terus memasang kuda-kuda kuat untuk meminimalisir dampak negatif dari kebijakan The Fed ini. “Yaitu dengan penyesuaian imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang terukur, stabilisasi nilai tukar rupiah, dan kecukupan cadangan devisa,” katanya.
Ia memerinci, untuk penyesuaian yield SBN, dilakukan seiring dengan langkah The Fed yang membuat imbal hasil obligasi pemerintah AS atau US Treasury yang meningkat.
Menurut pengamatannya, US Treasury sudah meningkat hingga ke 2,3% dan bahkan ada kemungkinan kembali naik.
Baca Juga: Logam Mulia Bisa Terus Melesat Jika Konflik Rusia-Ukraina Terus Memanas
Untuk itu, Perry bekerja sama dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melakukan penyesuaian terhadap imbal hasil SBN untuk tetap memberikan daya tarik kepada investor global.
Kemudian, dalam hal menjaga nilai tukar rupiah, Perry melakukan stabilisasi. Namun, sampai saat ini ia masih optimistis rupiah akan bergerak sesuai mekanisme pasar dan secara fundamentalnya seiring dengan faktor positif berupa neraca dagang yang masih surplus dan kondisi neraca transaksi berjalan yang baik.
Belum lagi, cadangan devisa yang merupakan bantalan utama nilai tukar rupiah masih gemuk. Sehingga, pergerakan nilai tukar rupiah diperkirakan masih akan stabil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News