kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dampak Inflasi Global & Pelemahan Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Sektor Manufaktur


Senin, 04 Juli 2022 / 19:41 WIB
Dampak Inflasi Global & Pelemahan Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Sektor Manufaktur
ILUSTRASI. Penggunaan teknologi robotik pada fasilitas produksi komponen?PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA). Dampak Inflasi Global & Pelemahan Rupiah Terhadap Penerimaan Pajak Sektor Manufaktur.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak mengalami pertumbuhan positif dan mayoritas mencatatkan peningkatan double digit.

Hal ini mengindikasikan bahwa pemulihan ekonomi telah terjadi di berbagai sektor. Salah satunya adalah dari sektor manufaktur atau industri pengolahan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor melaporkan bahwa sektor manufaktur/ industri pengolahan masih menunjukkan dominansi kontribusinya terhadap penerimaan pajak secara agregat.

Sampai dengan Mei 2022, sektor industri pengolahan berkontribusi paling besar terhadap penerimaan pajak dengan kontribusi 30,01%.

Sementara kontributor terbesar berikutnya berasal dari sektor perdagangan sebesar 23,1%, jasa keuangan dan asuransi 12,0%, pertambangan 10,1%, serta sektor lainnya yang tidak dominan.

Baca Juga: Waspada! Inflasi Global Berpotensi Gerus Penerimaan PPh Badan dan PPN

Ia menyebut, terkait risiko inflasi global dan pelemahan rupiah, pemerintah akan terus melakukan kebijakan-kebijakan untuk mengurangi pemburukan ekonomi yang mengancam.

"Semua kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah selama ini dimaksudkan untuk terus menjaga pengusaha dan masyarakat umumnya dari tekanan sehingga dapat terus bekerja dan berusaha dengan tenang," ujar Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Senin (4/7).

Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai bahwa inflasi global saat ini masih relatif tinggi, mempertimbangkan berbagai harga komoditas yang masih bertahan cukup tinggi saat ini, terutama pangan dan energi, serta pemulihan ekonomi di beberapa negara.

"Ke depan, terdapat potensi puncak inflasi semakin dekat, sejalan dengan potensi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari laporan Bank Dunia dan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), yang berpotensi melambatkan laju inflasi akibat melemahnya permintaan," ujar Josua.

Baca Juga: Jeff Bezos Kecam Presiden AS Jeo Biden Terkait Seruan Harga Bensin

Josua memperkirakan kinerja industri pengolahan ke depannya akan berpotensi mengalami perlambatan, sejalan dengan kenaikan harga bahan baku dan melambatnya permintaan. Tentu hal ini juga akan memperlambat laju pemulihan ekonomi nasional.

"Dampak akan terasa terlebih dahulu dari menurunnya permintaan luar negeri akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global. Lalu, akan tertransmisi ke perekonomian domestik sejalan juga dengan mulai berkurangnya insentif pemerintah terhadap berbagai sektor maupun konsumsi," jelasnya.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat bahwa potensi yang bisa diberikan dari kenaikan inflasi global dan pelemahan Rupiah perlu dilihat lebih detail kepada masing-masing industri pengolahan atau sektor manufaktur, karena menurutnya beberapa subsektor manufaktur yang ada saat ini masih mengandalkan pasar dalam negeri seperti misalnya industri pengolahan di makanan dan minuman.

Memang beberapa sektor dari industri makanan dan minuman tersebut mengandalkan impor bahan baku dari luar, namun menurutnya tidak semua kemudian terlalu berdampak.

Selain itu, negara pengimpor bahan baku juga merupakan negara yang secara perbandingan dengan Indonesia relatif sama sehingga potensi atau pun dampak dari nilai tukar tidak akan terlalu berdampak terhadap peningkatan nilai dari bahan baku produk tersebut.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Tergelincir Kekhawatiran Resesi Bergemuruh

"Sebagai contoh, industri makanan minuman yang mengimpor produk coklat dari luar biasanya mereka mengandalkan pasar dari Afrika dan kita tahu bahwa secara perbandingan sebenarnya nilai tukar Rupiah tidak kalah jika dibandingkan dengan mata uang di negara-negara Afrika," kata Yusuf.

Sehingga menurutnya, meskipun ada potensi inflasi global dan pelemahan Rupiah, Yusuf optimis bahwa sektor manufaktur masih dapat tumbuh positif sampai di penghujung tahun nanti apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun yang lalu.

"Jika melihat dari subsektor industri manufaktur, Saya kira mereka masih dapat perform sampai dengan akhir tahun nanti dan bisa menyumbang penerimaan ke pundi pajak di level pertumbuhan yang lebih baik atau positif jika dibandingkan dengan pencapaian di tahun lalu," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×