Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat bahwa potensi yang bisa diberikan dari kenaikan inflasi global dan pelemahan Rupiah perlu dilihat lebih detail kepada masing-masing industri pengolahan atau sektor manufaktur, karena menurutnya beberapa subsektor manufaktur yang ada saat ini masih mengandalkan pasar dalam negeri seperti misalnya industri pengolahan di makanan dan minuman.
Memang beberapa sektor dari industri makanan dan minuman tersebut mengandalkan impor bahan baku dari luar, namun menurutnya tidak semua kemudian terlalu berdampak.
Selain itu, negara pengimpor bahan baku juga merupakan negara yang secara perbandingan dengan Indonesia relatif sama sehingga potensi atau pun dampak dari nilai tukar tidak akan terlalu berdampak terhadap peningkatan nilai dari bahan baku produk tersebut.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Tergelincir Kekhawatiran Resesi Bergemuruh
"Sebagai contoh, industri makanan minuman yang mengimpor produk coklat dari luar biasanya mereka mengandalkan pasar dari Afrika dan kita tahu bahwa secara perbandingan sebenarnya nilai tukar Rupiah tidak kalah jika dibandingkan dengan mata uang di negara-negara Afrika," kata Yusuf.
Sehingga menurutnya, meskipun ada potensi inflasi global dan pelemahan Rupiah, Yusuf optimis bahwa sektor manufaktur masih dapat tumbuh positif sampai di penghujung tahun nanti apabila dibandingkan dengan pencapaian pada tahun yang lalu.
"Jika melihat dari subsektor industri manufaktur, Saya kira mereka masih dapat perform sampai dengan akhir tahun nanti dan bisa menyumbang penerimaan ke pundi pajak di level pertumbuhan yang lebih baik atau positif jika dibandingkan dengan pencapaian di tahun lalu," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News