kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45924,19   -7,17   -0.77%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dahlan Iskan: 10 orang dari berbagai negara tak percaya Indonesia bebas virus corona


Selasa, 18 Februari 2020 / 06:11 WIB
Dahlan Iskan: 10 orang dari berbagai negara tak percaya Indonesia bebas virus corona
ILUSTRASI. Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan. ANTARA FOTO/Moch Asim/aww/17.


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah virus corona sudah menjadi momok bagi dunia. Betapa tidak, di negeri asalnya China, wabah ini sudah menewaskan lebih dari 1.700 orang. Angka tepatnya adalah 1.775. Ini bukan angka yang sedikit. Sementara, jumlah total kasus yang terinfeksi di seluruh dunia mencapai 71.541 kasus dan jumlah pasien yang sembuh mencapai 10.651 kasus.

Hampir dua bulan wabah virus corona merebak di China dan dunia. Namun, Indonesia menjadi salah satu negara yang belum terpapar virus corona. Meski ada beberapa pasien yang diduga terpapar virus 2019-nCoV (novel coronavirus) tersebut, tetapi hasilnya selalu negatif.

Banyak pihak yang meragukan hal ini. Tidak mungkin wabah virus corona tidak ada di Indonesia. Mereka berpendapat, negatifnya hasil tes virus ini lantaran teknologi uji tes kesehatan di Indonesia masih minim.

Baca Juga: Ratusan warga Amerika diterbangkan pulang dari kapal pesiar, 14 positif virus corona

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan juga sempat mengajukan pertanyaan yang sama kepada sepuluh orang yang berbeda di sejumlah negara. "Mengapa tidak ada virus corona di Indonesia? Percayakah Anda?" demikian pertanyaan yang dia ajukan.

Menurut Dahlan, tidak ada satu pun dari sepuluh orang tersebut yang percaya jika virus corona belum masuk ke Indonesia. "Tidak mungkin tidak ada di Indonesia. Virus ini sudah menyerang seluruh negara di Asia," jawab seorang teman di Singapura kepada Dahlan.

Baca Juga: Dahlan Iskan: Uang Asabri lebih mungkin bisa diselamatkan daripada Jiwasraya

Pendapat teman Dahlan itu sama dengan pendapat seorang ahli epidemiologi Marc Lipsitch dari Harvard TH Chan School of Public Health. Lipsitch menduga bahwa sebenarnya virus corona telah menyebar di Indonesia, tetapi tak terdeteksi. Hal tersebut akan menimbulkan potensi bagi virus tersebut membentuk epidemi yang jauh lebih besar.

Mendengar jawaban sang teman, Dahlan hanya bisa tertawa. "Apa boleh buat. Reputasi kita memang belum tinggi. Padahal dalam banyak hal kita bisa lebih baik," jawabnya.

Baca Juga: Dahlan Iskan: Jangan-jangan saya dulu juga tertipu oleh direksi Jiwasraya

Dia menyontohkan, dalam hal penyakit-penyakit tropik, pasti dokter Indonesia lebih ahli. Tapi ada saja orang kaya Indonesia yang tetap emosional dan mengagungkan dokter Singapura secara membabi buta. Padahal, dokter di Indonesia pasti lebih ahli dan berpengalaman menangani demam berdarah atau penyakit lain yang sebangsa itu.

Memang, lanjut Dahlan, banyak rumor yang tidak ilmiah ikut beredar. Misalnya soal suhu udara Indonesia yang panas. "Tapi suhu di Singapura kan juga tidak ada bedanya dengan di Indonesia. Bahkan Australia kini lagi musim panas -- toh terkena juga," jelasnya.

Ada pula soal rumor tidak makan babi. Hal ini juga terbantahkan karena masyarakat Tionghoa Indonesia juga makan babi.

Penasaran dengan tulisan menarik Dahlan Iskan? Berikut versi lengkapnya.

Kebal Virus

Inilah pertanyaan yang sama yang saya ajukan kepada 10 orang yang berbeda di negara yang berlainan:

Mengapa tidak ada virus corona di Indonesia? Percayakah Anda?

"Tidak mungkin tidak ada di Indonesia. Virus ini sudah menyerang seluruh negara di Asia," jawab seorang teman di Singapura. Ia bukan Robert Lai. Tapi pendapatnya sama dengan Robert.

Tidak satu pun dari 10 orang itu yang percaya kalau virus corona belum masuk Indonesia.

Inilah zaman persepsi --yang fakta kalah dengan persepsi. Dan itulah nasib Indonesia --dipersepsikan seperti itu.

Bahkan ada yang memandang lebih rendah lagi: mungkin peralatan di Indonesia belum memadai untuk bisa mendeteksi virus corona.

Saya hanya tertawa mendengar jawaban yang seperti itu. Apa boleh buat. Reputasi kita memang belum tinggi. Padahal dalam banyak hal kita bisa lebih baik.

Misalnya dalam hal penyakit-penyakit tropik. Pasti dokter Indonesia lebih ahli. Tapi ada saja orang kaya Indonesia yang tetap emosional. Yang mengagungkan dokter Singapura secara membabi buta.

Orang kaya itu terkena demam berdarah. Tinggalnya di Jakarta. Ia segera dibawa ke Singapura karena hanya percaya dokter Singapura.

Saya terlambat tahu itu. Saya tidak sempat menasihatinya. Akhirnya ia meninggal dunia di Singapura.

Masih begitu mudanya --untuk ukuran saya. Ia belum lagi 55 tahun.

Padahal dokter di Indonesia pasti lebih ahli dan berpengalaman menangani demam berdarah. Atau penyakit lain yang sebangsa itu.

Tapi tetap saja dokter kita dipersepsikan kalah.

Teman saya di Beijing menjawab dengan lebih diplomatik. Khas jawaban orang dari sana.

"Saya juga terheran-heran mengapa virus corona tidak menyerang Indonesia," katanya. "Kalau benar begitu tentu orang Indonesia sangat berbahagia," tambahnya.

Saya tidak perlu jawaban basa-basi begitu. Saya pun mengejarnya dengan pertanyaan yang lebih tegas: apakah Anda percaya? Akhirnya ia menjawab terus terang: "Sayang sekali saya tidak percaya."

Ada lagi yang berpendapat bahwa virus corona sudah masuk Indonesia. Hanya saja tidak terdeteksi karena gejalanya hanya mirip flu.

Dan yang terkena 'flu' itu ternyata sembuh. Tanpa diketahui mungkin saja itu corona.

Memang banyak rumor yang tidak ilmiah ikut beredar. Misalnya soal suhu udara Indonesia yang panas.

Tapi suhu di Singapura kan juga tidak ada bedanya dengan di Indonesia. Bahkan Australia kini lagi musim panas --toh terkena juga.

Soal rumor tidak makan babi terbantah lebih telak lagi: kan masyarakat Tionghoa Indonesia juga makan babi. Kok juga tidak terkena.

Di Tiongkok sendiri terbukti kian jauh dari Wuhan kian sedikit yang terserang corona. Di Provinsi terjauh, Xinjiang, hanya 71 yang terkena, 11 orang di antaranya sudah sembuh. Hanya satu orang meninggal.

Di Provinsi Ningxia, yang muslimnya juga besar, hanya 70 yang terkena --itu pun yang 33 orang sudah sembuh. Tidak satu pun meninggal.

Demikian juga di Provinsi Qinghai --di antara Ningxia dan Xinjiang-- hanya 18 orang terkena tapi yang 13 orang sudah sembuh. Tinggal lima orang yang masih dirawat. Tidak satu pun yang meninggal.

Di provinsi terjauh lainnya, Tibet --yang mayoritas Buddha-- hanya satu orang yang terkena corona. Itu pun sudah sembuh.

Yang mengejutkan memang tetap saja Kota Wuhan. Tiga hari yang lalu tiba-tiba saja angka penderita barunya melonjak drastis. Dari biasanya sudah turun ke kisaran 1000, menjadi 14.800.

Hari berikutnya memang turun lagi tapi masih tinggi: 4.800.

Baru kemarin sudah turun lagi menjadi 1.800 orang.

Lonjakan sampai 14.000 lebih itu ternyata bukan karena wabahnya menggila lagi. Mulai hari itu dokter dan perawat dikerahkan terjun ke masyarakat. Dokter dan perawat dari propinsi lain dikerahkan ke Wuhan.

Maka angka penderita barunya tidak lagi hanya yang datang ke klinik. Itu sudah termasuk hasil operasi jemput bola ke tengah masyarakat.
Saya pun tenang. Melonjaknya angka penderita baru akibat gerakan baru jemput bola itu.

Wuhan memang lagi 'digempur' habis-habisan. Agar wilayah sumber wabah ini cepat teratasi.

Adakah Indonesia mirip Tibet? Yang penderitanya hanya satu --itu pun kemudian sembuh? (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×