kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cukai rokok tak naik di 2019, Peneliti UI: Ada kaitan kebijakan fiskal dan politik


Minggu, 11 November 2018 / 16:30 WIB
Cukai rokok tak naik di 2019, Peneliti UI: Ada kaitan kebijakan fiskal dan politik
ILUSTRASI. CUKAI ROKOK


Reporter: Benedicta Prima | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BOGOR. Pemerintah memutuskan untuk membatalkan kenaikan tarif cukai pada tahun depan. Namun, peneliti Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia Abdillah Ahsan curiga batalnya kenaikan cukai rokok terkait dengan pesta demokrasi yang akan diadakan tahun 2019. 

Abdillah yang juga menjabat sebagai anggota Komisi Nasional Pengendalian Tembakau ini mengamati pola tarif cukai tidak naik di tahun politik. "Cukai tidak naik hanya tahun 2014 dan 2019, tahun politik. Ada kaitan kebijakan fiskal dengan siklus politik," ungkapnya saat menjadi pembicara dalam acara workshop Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), Sabtu (10/11).

Menurutnya pada tahun politik, kenaikan cukai cenderung tipis bahkan tidak naik untuk jaga stabilitas politik. Keputusan ini menurutnya tidak tepat. "Pembatalan cukai rokok tidak bijaksana," ungkapnya.

Pasalnya, cukai rokok mestinya jadi instrumen efektif mengendalikan konsumsi rokok. Apalagi, menurut data yang ia paparkan, prevalensi perokok muda di tahun 2018 naik menjadi 9% dari tahun sebelumnya yang hanya 7%.

"Kondisi aktual memburuk. Respon kebijakan yang masuk akal adalah naikin cukai. Justru cukai rokok tidak naik, melawan logika kebijakan," jelasnya.

Diketahui rokok menyebabkan penyakit tidak menular katastropik. Dari sisi kesehatan, dapat dipastikan rokok tidak baik dalam membangun kualitas sumber daya manusia (SDM), hal ini tentunya tidak mendukung human capital index (HCI) dan permasalahan stunting yang sedang menjadi fokus pemerintah saat ini.

Pasalnya, rokok saat ini menjadi nomor urut kedua sebagai penyumbang kemiskinan.

Abdillah juga menduga ada money politics yang mengalir. Kesimpulan ini dia dapat dari proses persiapan Kementerian Keuangan (Kemkeu) dalam persiapan kenaikan cukai rokok, namun akhirnya batal dengan alasan pertimbangan menteri lain.

Dia mengaku mendapat bocoran, pihak Kemkeu sudah menyiapkan policy option dengan tarif konservatif naik 7% atau progresif sekitar 15%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×