kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Covid-19 masih membayangi stabilitas sistem keuangan, KSSK tingkatkan kewaspadaan


Rabu, 05 Agustus 2020 / 20:51 WIB
Covid-19 masih membayangi stabilitas sistem keuangan, KSSK tingkatkan kewaspadaan
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama para anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK)


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selaku Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengungkapkan stabilitas sistem keuangan di kuartal II-2020 berada dalam kondisi normal. 

Meski demikian, KSSK tetap meningkatkan kewaspadaan dan kehati-hatian karena, dampak Covid-19 masih dapat mempengaruhi prospek perekonomian dan stabilitas sistem keuangan di semester II-2020. 

Sri Mulyani mengatakan stabilitas sistem keuang tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi global terkontraksi cukup dalam. Perkembangan terkini menunjukkan kasus positif Covid-19 masih tinggi dan berisiko kembali meningkat di beberapa negara. 

Baca Juga: Pulihkan ekonomi, Sri Mulyani segera belanjakan Rp 1.476 triliun di semester II-2020

“Pengembangan vaksin yang belum sesuai harapan, kondisi tersebut memicu kekhawatiran berlanjutnya penurunan ekonomi global menjadi lebih dalam,” ujar Sri Mulyani, Rabu (5/8).

Sehingga, berbagai lembaga internasional kembali menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi. IMF memperkirakan perekonomian global 2020 terkontraksi sebesar minus 4,9%, Bank Dunia di level minus 5,2%, dan OECD dalam rentang minus 7,6% sampai dengan minus 6%. 

Perekonomian global yang menurun serta dampak penanganan Covid-19 di dalam negeri juga menurunkan kinerja perekonomian domestik. Pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi mengalami kontraksi 5,32% year on year (yoy). Angka ini lebih buruk dibanding periode sama tahun lalu yang tumbuh 5,05% yoy. 

Sri Mulyani menyebutkan, perkembangan ini terutama akibat penurunan dalam kegiatan ekonomi pada April-Mei 2020 sejalan dampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Namun demikian, pada Juni 2020, berbagai indikator menunjukkan aktivitas perekonomian domestik mulai meningkat didorong dampak pelonggaran PSBB dan kenaikan ekspor ke China. 

“Ke depan, pemulihan ekonomi nasional diperkirakan berlanjut dipengaruhi peningkatan penyerapan stimulus fiskal, perbaikan restrukturisasi kredit, keberhasilan penanganan protokol kesehatan untuk penanggulangan Covid-19, serta peningkatan permintaan ekspor, khususnya dari China,” ujar Sri Mulyani. 

Dari sisi stabilitas makro ekonomi, Sri Mulyani bilang, stabilitas makro masih dalam kondisi baik dan turut mendukung ketahanan ekonomi nasional. Adapun, inflasi berada pada level yang rendah dan terkendali sebesar 1,96% yoy pada Juni 2020 dan kembali menurun pada bulan Juli menjadi 1,54% yoy. 

Sementara, defisit transaksi berjalan kuartal II-2020 yang diprakirakan tetap rendah dipengaruhi oleh membaiknya neraca perdagangan sejalan dengan penurunan impor akibat melemahnya permintaan domestik. 

Baca Juga: Hore! Menkeu Sri Mulyani sebut BLT Rp 500.000 bagi pekerja bergaji di bawah Rp 5 juta

Kemudian, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) juga tetap terkendali sesuai dengan fundamental, yang pada kuartal II-2020 secara point to point mengalami apresiasi 14,42%. 
Hal tersebut dipengaruhi aliran masuk modal asing yang cukup besar pada Mei dan Juni 2020, meskipun secara rerata triwulanan mengalami depresiasi 4,53% akibat pelemahan pada April 2020. 

Cadangan devisa juga meningkat, yang pada akhir Juni 2020 mencapai US$ 131,7 miliar, setara pembiayaan 8,4 bulan impor atau 8,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Jumlah itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. 

Dari sisi, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 hingga akhir semester I-2020 tetap terjaga meskipun menghadapi tantangan yang cukup berat. Defisit APBN hingga akhir semester I tahun 2020 mencapai Rp 257,8 triliun atau 1,57% terhadap produk domestik bruto (PDB). 

Di sisi lain, Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan sektor jasa keuangan secara umum masih dalam kondisi baik dan terkendali dengan indikator prudensial seperti permodalan maupun likuiditas yang memadai serta profil risiko yang terjaga. 

OJK mencatat Capital Adequacy Ratio (CAR) bank umum konvensional (BUK) keuartal II-2020 masih cukup tinggi yakni sebesar 22,59%, atau di atas periode sama tahun lalu di level 21,72%. Wimboh pun menegaskan, kecukupan likuiditas juga terjaga dengan baik tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Non Core Deposit atau AL/NCD. 

Per 28 Juli 2020 menguat ke level 130,53%, dan rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga atau AL/DPK berada di level 27,74%. Angka tersebut lebih tinggi dibanding kuartal I-2020 yang berada di level 24,16%.

Kendati demikian, Wimboh menyampaikan, pertumbuhan kredit selama kuarta II-2020 terpantau melambat. Namun tetap tumbuh positif 1,49% yoy dengan non-performing loans (NPL) gross sebesar 3,11% yoy.

 “Ini terjadi di tengah pelemahan aktivitas ekonomi akibat pembatasan sosial yang menekan kinerja intermediasi perbankan,” ujar Wimboh, Rabu (5/8).

Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 7,95% yoy didorong oleh pertumbuhan DPK BUKU 4 yang mencapai double digit 11,90% yoy. Sementara itu, industri asuransi menghimpun pertambahan premi sebesar Rp 20 triliun, dengan pertumbuhan premi asuransi jiwa terkontraksi sebesar 10% serta premi asuransi umum dan reasuransi terkontraksi 2,3%.

Baca Juga: Pangkas Bunga Acuan untuk Kali Keempat, Ini Upaya BI Mendorong Pemulihan Ekonomi

Hingga 28 Juli 2020 penghimpunan dana melalui pasar modal baru mencapai Rp 54,13 triliun dengan 28 emiten baru. Di dalam pipeline per 28 Juli 2020 terdapat 68 baru. 

Wimboh bilang, ini ditujukan sebagai stimulus bagi masyarakat miskin dan rentan sekaligus mencegah dari risiko kemunduran sosial-ekonomi yang lebih lebih dalam. “Sementara itu, stimulus bagi dunia usaha melalui program PEN ditujukan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan keberlangsungan pelaku usaha di masa pandemi Covid-19, serta menyediakan jump start untuk mengakselerasi pemulihan dunia usaha,” kata dia. 

Ke depan, OJK akan mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi domestik dan menjaga stabilitas sektor jasa keuangan agar dapat menjadi katalis dalam menggerakkan roda perekonomian. 

Untuk melengkapi kebijakan relaksasi restrukturisasi dan penilaian kualitas kredit/pembiayaan bagi perbankan dan/atau pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga. 

Selain itu, berbagai stimulus lanjutan juga diterbitkan antara lain penundaan penerapan Basel III terkait pelonggaran pemenuhan indikator likuiditas dan indikator permodalan untuk memberikan ruang bagi industri keuangan. 

“Reformasi di sektor jasa keuangan tetap dilakukan terutama di sektor pasar modal dan IKNB untuk memitigasi potensi risiko dan mengantisipasi berbagai tantangan ke depan,” ujar Wimboh. 

Wimboh mengatakan dalam rangka memitigasi dampak Covid-19 yang berkepanjangan, OJK telah melakukan koordinasi dengan pemerintah dan BI serta melakukan sinergi baik dengan perbankan maupun asosiasi pelaku usaha di sektor riil untuk memastikan kelancaran langkah dan stimulus lanjutan yang diperlukan. 

“OJK akan terus mencermati perkembangan kondisi sektor keuangan dan siap mengambil berbagai kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan peran sektor jasa keuangan,” ucap Wimboh. 

Di sisi lain, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) telah menurunkan tingkat bunga penjaminan Rupiah sebanyak tiga kali sebesar 75 bps. Melalui Rapat Dewan Komisioner (RDK) pada Senin, 27 Juli 2020, LPS kembali menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP) sebesar 25 bps untuk simpanan rupiah di bank umum dan simpanan rupiah di BPR serta mempertahankan Tingkat Bunga Penjaminan untuk valuta asing di Bank Umum. 

Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan LPS untuk simpanan rupiah di bank umum menjadi 5,25%, simpanan rupiah di BPR 7,75%. Sementara TBP untuk valuta asing di Bank Umum tetap sebesar 1,50%. 

Adapun, LPS telah menerbitkan peraturan pelaksanaan dari PP Nomor 33 Tahun 2020 yang telah diterbitkan Pemerintah sebagai bagian dari langkah antisipasi atas ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan. 

Selain peraturan pelaksanaan tersebut, LPS bersama BI dan OJK telah menyusun Nota Kesepahaman sebagai tindak lanjut dari implementasi PP Nomor 33 Tahun 2020. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×