Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Enam bulan lebih sudah kasus pertama corona diumumkan pada 2 Maret 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Kemarin, Selasa (8/9/2020), kasus Covid-19 di Indonesia lewati angka 200.000. Selama 24 jam terakhir, Indonesia melaporkan 3.046 kasus harian sehingga total kasus positif virus corona mencapai 200.035 kasus.
Update data lainnya, dengan penambahan 100 kasus meninggal, total telah ada 8.230 korban meninggal karena Covid-19. Adapun pasien yang telah sembuh sebanyak 142.958 orang.
Ubah strategi
Terkait peningkatan kasus infeksi yang melewati 200.000, epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman menilai perlu adanya evaluasi dan perubahan strategi terkait penanganan Covid-19. “Kita harus melakukan evaluasi dan mengubah strategi, juga manajemen pengendalian pandemi Covid-19 untuk mencegah kasus kesakitan dan kematian,” ujar Dicky saat dihubungi Kompas.com Selasa (8/9/2020).
Ia juga mengingatkan adanya potensi kolapsnya fasilitas kesehatan akibat peningkatan kasus virus corona Indonesia, apabila tren peningkatan kasus tidak menurun.
Baca Juga: Bertambah 3.046, jumlah kasus corona Indonesia tembus 200.035 pada Selasa (8/9)
Kolapsnya fasilitas kesehatan menurut Dicky bukanlah sebuah estimasi yang bisa diabaikan. Untuk menghindari hal tersebut ia mengingatkan agar jangan lagi ada pengabaian terhadap masukan dan analisa ilmiah dalam strategi pengendalian.
“Penyangkalan yang masih terlihat harus diluruskan. Bila tidak, prediksi terburuk bisa terjadi dalam waktu dekat,” ujar dia.
Baca Juga: Kasus baru corona di Depok bertambah 43 pasien per 7 September
Testing Terkait dengan strategi testing pihaknya menyarankan beberapa hal yakni penemuan kasus aktif dengan target 1 tes per 1.000 orang setiap minggu sesuai dengan standar yang telah ditetapkan WHO.
Selain itu, pengumuman hasil tes juga bisa dipercepat dengan waktu kurang dari 3 hari. Dicky juga mengharapkan positivity rate di Indonesia bisa diturunkan seperti yang ditargetkan WHO yaitu di bawah 5%.
Sementara saat ini, mengutip data KawalCovid, positivity rate harian di angka 18,44 persen dan secara keseluruhan masih di angka 13,95 persen. Itu artinya, dari 100 orang yang dilakukan tes, potensi menemukan orang yang positif Covid-19 antara 13 hingga 18 orang. "Selain itu tes juga sebaiknya dilakukan merata di seluruh daerah," ujar Dicky.
Baca Juga: Banyak rumahsakit sediakan swab test drive thru, simak daftar dan biayanya
Pihaknya mengkhawatirkan jika hal itu tak dilakukan maka jumlah kasus infeksi akan berlipat ganda dalam dua buan ke depan.
Laju eksponensial Sementara itu, Miki Salman, relawan KawalCovid19.id menilai penambahan kasus dimana angka menunjukkan peningkatan menjadi 200.000 ini menunjukkan laju pertumbuhan yang eksponensial. Hal ini karena untuk mencapai 100.000 hanya butuh waktu lima bulan tapi saat mencapai angka 200.000 hanya dibutuhkan waktu sekitar dua bulan.
Baca Juga: Jumlah pasien Covid-19 meningkat, Pemprov DKI dinilai mulai ketakutan
“Ini baru angka resmi, dapat dipastikan dengan kepastian 100 persen jauh lebih rendah dari angka sesungguhnya,” ujar Miki saat dihubungi Kompas.com Selasa (8/9/2020). Menurut Miki, salah satu yang menjadi masalah penanganan Covid-19 di Indonesia adalah testing yang masih minim.
Selain DKI Jakarta dan Sumatera Barat, daerah-daerah lain masih kurang dilakukan banyak tes sehingga tak bisa diketahui seberapa luas wabah telah menyebar. Ia menilai tes pada orang yang melakukan kontak erat pada mereka yang positif, rasio pelacakannya seharusnya juga ditingkatkan.
Di tengah pelonggaran di sektor ekonomi yang dilakukan pemerintah, pihaknya menilai sebaiknya pemerintah tidak hanya mengandalkan kepatuhan masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan. "Tapi sebaiknya diikuti pula dengan penegakan disiplin," jelas Miki.
Baca Juga: Update virus corona: Sindrom peradangan bisa merusak jantung anak-anak
Adapun untuk angka positive rate yang saat ini masih besar menurutnya ini adalah indikasi bahwa tes yang dilakukan kurang dilacak.
"Harusnya nggak sebesar itu (positive rate). Artinya kita gagal mengendalikan laju penyebaran. Harus diperluas menjaring banyak orang dan memastikan orang-orang yang kontak erat dengan yang terbukti positif. Jika dapat posisit berarti positif. Kalau aman ya berarti aman," ungkap dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kasus Corona Lewati 200.000, Epidemiolog: Ubah Strategi atau Hal Terburuk Bisa Terjadi!"
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Rizal Setyo Nugroho
Selanjutnya: RS darurat Wisma Atlet merawat 1.612 pasien positif Covid-19 hingga Senin (7/9) siang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News