Reporter: Rashif Usman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bersiap mengimplementasikan Core Tax Administration System (CTAS) mulai 1 Juli 2024 mendatang. CTAS bakal menggantikan sistem lama yakni Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP).
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Bawono Kristiaji menilai CTAS merupakan salah satu inovasi bentuk digitalisasi administrasi pajak yang bisa berdampak pada peningkatan penerimaan pajak atau tax ratio.
"Dewasa ini, reformasi pajak di berbagai negara umumnya kian gencar mengikutsertakan pembenahan dari sisi administrasinya. Menariknya, tahun ini Indonesia akan mengimplementasikan CTAS yang merupakan bentuk digitalisasi administrasi pajak," kata Bawono kepada Kontan, pekan lalu.
Bawono menyampaikan CTAS memberikan ragam manfaat. Pertama, CTAS menjamin kepastian dalam sistem pajak (tax certainty), khususnya dalam mengurangi potensi sengketa dan tatap muka. CTAS juga berperan penting dalam menopang program compliance risk management (CRM).
"Sebagai informasi, program CRM akan memberikan perlakuan yang tepat bagi setiap wajib pajak berdasarkan profil risiko akan lebih efektif dengan bantuan teknologi informasi," ucapnya.
Baca Juga: Implementasi Core Tax System Diharapkan Lampaui Target Kepatuhan SPT Tahunan
Manfaat kedua, CTAS membuat sistem pajak lebih adil karena integrasi dan pengolahan data akan membuat sistem pajak tidak hanya dipikul oleh pihak yang itu-itu saja. Adanya CTAS juga akan meningkatkan audit coverage ratio karena proses bisnis yang lebih efisien atau tidak lagi berbasis manual.
Ketiga, simplifikasi di tengah sistem pajak yang berpotensi kian kompleks, di mana CTAS dan terobosan di bidang teknologi informasi pajak akan menjadi obat penawar karena memberikan administrasi yang kian mudah.
Keempat, mengenai biaya baik compliance cost maupun administrative cost dalam sistem pajak kian menurun baik bagi DJP maupun wajib pajak.
Ia menyebutkan, CTAS juga akan mendorong kepatuhan wajib pajak yang mana memberikan konsekuensi logis bagi penerimaan.
"Kepatuhan tersebut dilandasi oleh suatu voluntary compliance, misalkan karena adanya kepastian, biaya kepatuhan yang rendah, sistem pajak yang lebih akuntabel dan berintegritas, dan sebagainya. Serta enforced compliance, contoh audit coverage ratio yang lebih tinggi, meningkatnya kapabilitas otoritas dalam memetakan profil risiko wajib pajak, dan sebagainya," kata Bawono.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti mengatakan, target pajak pada APBN 2024 disusun berdasarkan asumsi bahwa pada pertengahan tahun 2024 CTAS akan diimplementasikan dalam rangka perbaikan layanan, pengelolaan data berbasis risiko, serta tindak lanjut interoperabilitas data dari pihak ketiga.
Sejalan dengan hal tersebut, DJP telah menetapkan target kepatuhan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Tahunan pada tahun 2024 sebesar 83,22% dari Wajib Pajak. "Dengan implementasi Core Tax System, diharapkan target kepatuhan tersebut dapat dilampaui," kata Dwi kepada Kontan, Kamis (4/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News