kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Core: Pajak menekan gairah konsumsi kelas menengah atas


Selasa, 24 April 2018 / 21:11 WIB
Core: Pajak menekan gairah konsumsi kelas menengah atas
ILUSTRASI. Belanja ritel


Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Center of Reform on Economics (Core) Muhammad Faisal mengatakan, saat ini pemerintah telah berhasil mendorong konsumsi kelas ke bawah melalui program bantuan sosial (bansos). Hal ini merangsang masyarakat kelas bawah untuk konsumsi.

Sementara, pemerintah belum berhasil menggairahkan masyarakat kelas menengah ke atas di mana memiliki kontribusi sebesar 83% terhadap konsumsi. Menurutnya dari sinyal yang ada pada tiga bulan pertama tahun 2018 ini, belum ada optimisme dari kalangan menengah ke atas.

Ini seharusnya yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mendorong belanja konsumsi kelas menengah atas kembali pulih. Faisal melanjutkan, hambatan ini terjadi lantaran target pajak yang belum realistis.

“Yang kita khawatirkan kalau potensinya tidak sampai segitu, tapi dipaksa untuk mengejar target itu, yang terjadi adalah semacam intimidasi terhadap para pengusaha,” ujarnya, Selasa (24/4).

Faisal menyebutkan, hal tersebut terbukti pada kuartal I – 2018 penerimaan pajak meski tumbuh positif. Namun, nampaknya agak susah untuk mengejar target pajak.

“Di tahun lalu kita sampaikan bahwa, untuk mencapai target yang sekarang, butuh pertumbuhan hanya butuh 20% tiap tahunnya. untuk mengejar target itu, menyebabkan pemerintah banyak cara dicari salah satunya mandatory rules,” tambahnya.

Faisal melanjutkan, mandatory rules dipakai untuk menekan wajib pajak yang sudah taat supaya mereka jujur. Hal ini menyebabkan dampak psikologis bagi masyarakat yang selama ini sudah taat bayar pajaknya.

“Lho, yang kemarin tidak bayar pajak kok tidak dikejar, tapi saya yang selama ini taat kok malah ditekan. Seperti itu sinyalnya kurang positif untuk pelaku usaha, dan masyarakat yang selama ini jadi wajib pajak Itu dari sisi konsumsi,” jelasnya.

Di sisi lain, Indonesia perlu memanfaatkan peluang ekspor di tengah terjadinya perang dagang antar negara. Salah satunya dengan melakukan diversifikasi tujuan ekspor, di mana saat ini Indonesia masih ketinggalan jauh dari negara-negara tujuan utama.

“Uni Eropa udah proteksi sawit, AS melakukan anti dumping, India masih anti dumping juga. Jadi, sebetulnya diversifikasi tujuan ekspor negara-negara tradisional, bukan yang besar itu jadi salah satu solusi,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×