kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

CORE Indonesia imbau Bank Indonesia cetak uang untuk suntik likuiditas


Kamis, 04 Juni 2020 / 19:50 WIB
CORE Indonesia imbau Bank Indonesia cetak uang untuk suntik likuiditas
ILUSTRASI. Visitors walk as they leave Bank Indonesia headquarters in Jakarta, Indonesia, January 17, 2019. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Bidara Pink | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perekonomian sedang sulit akibat pandemi Covid-19. Lembaga penelitian Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia pun mengimbau Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang sebagai kebijakan tambahan dalam menambah likuiditas di dalam negeri. 

"Sebelumnya kami mengimbau pemerintah untuk mendahulukan sumber pembiayaan dari dalam negeri lewat penerbitan surat utang. Namun, kebijakan sulit dilakukan karena kekeringan likuiditas. Untuk itu, kebijakan tambahan cetak uang bisa memenuhi likuiditas," kata lembaga tersebut dalam laporan yang diterima Kontan.co.id, Rabu (3/6). 

Baca Juga: Wapres sebut pengembangan ekonomi syariah di Indonesia berpotensi ditingkatkan

CORE Indonesia menemukan paling tidak ada dua alasan utama mengapa kebijakan pencetakan uang perlu dan bisa dilakukan di Indonesia saat ini. 

Pertama, tambahan likuiditas diperlukan untuk kebutuhan pembiayaan stimulus. Lembaga tersebut mengestimasi, dalam periode Juni 2020 - Desember 2020, Indonesia memerlukan tambahan likuiditas hingga Rp 1.800 triliun di surat utang pemerintah. 

Hal ini dengan asumsi serapan Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir Mei 2020 mencapai Rp 120 triliun, tambahan pinjaman pemerintah yang berpotensi mencapai Rp 148 triliun, serta kebutuhan pembiayaan mencapai Rp 2.426 triliun. 

"Ini menjadi tantangan, karena dalam lima tahun terakhir serapan maksimal pasar pada instrumen surat utang pemerintah hanya mencapai Rp 900 triliun. Di sinilah kebutuhan likuiditas tambahan lewat kebijakan cetak uang diperlukan," tambah CORE Indonesia. 

Baca Juga: Kehadiran Tapera bisa bikin penyaluran kredit BTN makin kencang

Selain itu, urgensi cetak uang dipandang perlu melihat akibat pandemi, banyak investor asing yang mengurangi porsi kepemilikannya. Padahal, investor asing ini yang memiliki persentase kepemilikan terbesar dalam surat utang pemerintah. 

Selain itu, bank-bank juga mengalami permasalahan likuiditas akibat tekanan Non Performing Loan (NPL) dan upaya restrukturisasi kredit. Di sisi lain, investor individu cenderung melakukan precautionary savings. 

Kedua, bank sentral dipandang tidak perlu khawatir kalau kebijakan mencetak uang ini mengakibatkan hiperinflasi seperti yang terjadi pada periode 1960 - 1966 silam. Pasalnya, kondisi saat ini berbeda dengan masa orde lama tersebut. 

Baca Juga: Analis rekomendasikan untuk beli SMRA meski pasar properti melambat, ini alasannya

Di kondisi saat ini, jumlah uang beredar saat ini dipandang relatif rendah sehingga pencetakan uang tidak akan menyebabkan bertambahnya jumlah uang beredar dengan signifikan dan hal ini juga tidak berlangsung terus menerus sehingga tidak serta merta akan menampermintaan yang masif. 

Selain itu, peningkatan permintaan juga diperkirakan akan terbatas dan masih bisa diakomodasi dengan ketersediaan pasokan karena dari sisi produksi saat ini, Indonesia memiliki sarana dan prasarana produksi yang baik. 

Selanjutnya, situasi politik Indonesia saat ini jauh lebih kondusif dari pada periode lampau didukung oleh tingkat inflasi yang juga relatif rendah. 

Baca Juga: Catat, ini ketentuan anyar untuk penumpang KRL saat fase kenormalan baru

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×