kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Clean and clear tak beres, BK mineral tak optimal


Rabu, 01 Agustus 2012 / 23:01 WIB
ILUSTRASI. IHSG dibuka melemah pada awal perdagangan pekan ini (5/7)


Reporter: Herlina KD | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Pemberlakuan Bea Keluar (BK) untuk komoditas mineral sepertinya belum sesuai harapan. Pasalnya, sampai saat ini masih banyak eksportir yang belum menyelesaikan persyaratan clean and clear, sehingga hanya sedikit eksportir yang melakukan ekspor.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Agung Kuswandono mengungkapkan, sejak diberlakukan pertengahan Mei lalu, sampai saat ini masih banyak eksportir yang belum menyelesaikan proses clean and clear yang disyaratkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Alhasil, banyak eksportir yang menunda ekspornya.

Dalam catatan Kementerian ESDM, hingga 23 Juli lalu, baru sekitar 4.626 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mendapatkan status clean and clear. Jumlah ini setara dengan 43,7% dari total IUP yang sebanyak 10.566 izin.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Thamrin Sihite mengatakan sebagian besar IUP yang telah berstatus clean and clear adalah IUP Mineral, yakni sebanyak 3.988 IUP.

Menurut Agung, sejak diberlakukan BK sampai Juli, baru ada 14 perusahaan yang mendapatkan identitas sebagai Eksportir Terdaftar (ET). Dari jumlah itu, ia bilang hanya dua perusahaan yang melakukan kegiatan ekspor. "Realisasinya per Mei - Juni hanya ada beberapa ekspor (mineral)," ungkapnya Selasa malam (31/7).

Sampai Juli, kata Agung nilai ekspor mineral yang terkena BK hanya mencapai US$ 490 juta. Dari ekspor tersebut, pemerintah mendapatkan bea keluar sebesar Rp 4,5 triliun.

Meski begitu, jika dilihat dari sisi hilirisasi Agung mengakui dari sisi hilirisasi sudah mulai berjalan. Buktinya, kata Agung saat ini sudah ada sekitar 150 perusahaan yang mengajukan proposal pembangunan smelter atau pabrik pemurnian dan pengolahan mineral. "Artinya, (penerapan BK) untuk mengembangkan hilirisasi berhasil, supaya sektor ii memiliki nilai tambah yang lebih besar," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×