Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
2. Perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara
Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru. Peta baru tersebut menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara. Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia.
Tetapi, penamaan tersebut dilakukan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, bukan wilayah Laut China Selatan secara keseluruhan. Laut China Selatan merupakan wilayah laut semi tertutup yang terletak di sebelah barat Samudera Pasifik dan dikelilingi oleh daratan Asia Tenggara.
Baca Juga: Pasca kunjungan Jokowi ke Natuna, kapal ikan asing malah bertambah
Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, ada beberapa hal baru yang menyebabkan peta NKRI harus diperbaharui. "Pertama, ada perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku yakni antara Indonesia-Singapura sisi barat dan sisi timur," ujar Havas dalam pemberitaan Kompas.com, 15 Juli 2017.
Serta perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi. Di sisi lain, keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing.
Baca Juga: TNI janji akan tangkap dan proses hukum bila kapal China kembali lagi ke Natuna
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menganggap pergantian penyebutan nama itu tak masuk akal. "Dan tidak sesuai dengan upaya standarisasi mengenai penyebutan wilayah internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang.
Saat ini, Indonesia tetap menyebut laut China Selatan yang berada di wilayah NKRI sebagai Laut Natuna Utara. Tetapi, nama tersebut belum disahkan di International Hydrographic Organization (IHO).