kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Cerita panjang konflik China-Indonesia di Laut Natuna


Senin, 13 Januari 2020 / 14:40 WIB
Cerita panjang konflik China-Indonesia di Laut Natuna
ILUSTRASI. KRI Usman Harun-359 (kanan) bersama KRI Sutedi Senoputra-378 melakukan konvoi saat peran bahaya tempur udara di Laut Natuna, Jumat (10/1/2020). KRI Usman Harun-359 bersama KRI Teuku Umar-385, KRI Sutedi Senoputra-378 dan dua kapal Bakamla tergabung dalam


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan kali ini saja Indonesia terlibat pertikaian dengan China terkait Laut Natuna. Ada cerita panjang di balik pertikaian tersebut. 

Sejak 2016 hingga saat ini, persoalan ini seakan hilang-timbul.  

Sejumlah faktor melatarbelakangi konflik tersebut. Di antaranya, masuknya kapal China ke Laut Natuna tanpa izin maupun perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara. Berikut rinciannya: 

1. Konflik RI-China di Natuna Tahun 2016 

Pada Maret 2016, konflik antara pemerintah Indonesia dengan China terjadi lantaran ada kapal ikan ilegal asal China yang masuk ke Perairan Natuna. Pemerintah Indonesia berencana untuk menangkap kapal tersebut.  

Tetapi, proses penangkapan tidak berjalan mulus, lantaran ada campur tangan dari kapal Coast Guard China yang sengaja menabrak KM Kway Fey 10078. Hal itu diduga untuk mempersulit KP HIU 11 menangkap KM Kway Fey 10078. 

Baca Juga: Ini alasan mengapa nelayan China percaya diri menangkap ikan di dekat Natuna

Susi Pudjiastuti yang waktu itu menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) meminta Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi untuk melayangkan nota protes kepada China. 

"Bu Retno (Menlu) yang akan mengajukan nota protes diplomatik ke mereka. Nota diplomatiknya karena melanggar masuk ke teritorial kita," ucap Susi di pemberitaan Kompas.com, 20 Maret 2016.  

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan, dalam pertemuan dengan Sun Weide, Kuasa Usaha Sementara China di Indonesia, pihak Indonesia menyampaikan protes keras terhadap China atas dua hal. Pertama, terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh kapal Coast Guard China terhadap kedaulatan dan yurisdiksi di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan landas kontinen. 

Baca Juga: Pakar hukum: Dunia internasional heran, kapal TNI bersiaga di perairan Natuna

Kedua, pelanggaran oleh Coast Guard China dalam upaya penegakkan hukum oleh otoritas Indonesia di ZEE dan landas kontinen. Sebulan setelah konflik tersebut, Pemerintah Indonesia menganggap persoalan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan RI dengan Coast Guard China di Perairan Natuna sudah selesai. 

"Hal itu sudah dianggap selesai dan dianggap kesalahpahaman," ujar Sekretaris Kabinet Pramono Anung seperti diberitakan Kompas.com, 13 April 2016. 

2. Perubahan nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara 

Pada Juli 2017, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman meluncurkan peta Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) baru. Peta baru tersebut menitikberatkan pada perbatasan laut Indonesia dengan negara lainnya. Nama Laut China Selatan juga diganti menjadi Laut Natuna Utara. Langkah tersebut diambil untuk menciptakan kejelasan hukum di laut dan mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif milik Indonesia. 

Tetapi, penamaan tersebut dilakukan di wilayah yurisdiksi laut Indonesia, bukan wilayah Laut China Selatan secara keseluruhan. Laut China Selatan merupakan wilayah laut semi tertutup yang terletak di sebelah barat Samudera Pasifik dan dikelilingi oleh daratan Asia Tenggara. 

Baca Juga: Pasca kunjungan Jokowi ke Natuna, kapal ikan asing malah bertambah

Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim Kemenko Bidang Kemaritiman, Arif Havas Oegroseno, mengatakan, ada beberapa hal baru yang menyebabkan peta NKRI harus diperbaharui. "Pertama, ada perjanjian perbatasan laut teritorial yang sudah berlaku yakni antara Indonesia-Singapura sisi barat dan sisi timur," ujar Havas dalam pemberitaan Kompas.com, 15 Juli 2017. 

Serta perjanjian batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia dan Filipina yang sudah disepakati bersama dan sudah diratifikasi. Di sisi lain, keputusan tersebut memicu kritik dari Beijing. 

Baca Juga: TNI janji akan tangkap dan proses hukum bila kapal China kembali lagi ke Natuna

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang menganggap pergantian penyebutan nama itu tak masuk akal. "Dan tidak sesuai dengan upaya standarisasi mengenai penyebutan wilayah internasional," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang. 

Saat ini, Indonesia tetap menyebut laut China Selatan yang berada di wilayah NKRI sebagai Laut Natuna Utara. Tetapi, nama tersebut belum disahkan di International Hydrographic Organization (IHO). 

3. Kapal China masuk Laut Natuna 

Konflik terbaru antara China dengan Indonesia di Laut Natuna adalah ketika sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal-kapal tersebut masuk perairan Indonesia pada 19 Desember 2019. 

Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna. 

Baca Juga: Kemenhan siapkan aturan turunan pembentukan komponen cadangan pertahanan

Terkait hal tersebut, Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto mengatakan persoalan itu tidak akan menghambat investasi dengan China. "Kita cool saja, kita santai," ucapnya seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (3/1/2020). 

Namun, pihaknya masih membahas untuk mencari suatu solusi dengan kementerian lain. Termasuk berkoordinasi dengan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Di sisi lain, Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan meminta agar maraknya kapal asing di perairan Natuna, Kepulauan Riau tidak dibesar-besarkan. 

Baca Juga: Khusus di Natuna Jepang hibahkan kapal pengawas perikanan

Meski begitu, masuknya kapal ikan asing di perairan Natuna dinilai menjadi peringatan bagi Indonesia untuk lebih memperketat pertahanan serta pengawasan. "Sebenarnya kita juga kekurangan kemampuan kapal untuk melakukan patroli di ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif)," kata Luhut.  

(Sumber: Kompas.com/ Estu Suryowati, Fabian Januaris Kuwado, Kristian Erdianto, Achmad Fauzi, Ade Miranti Karunia | Editor: Erlangga Djumena, Sandro Gatra, Aprilia Ika, Bayu Galih, Muhammad Fajar Marta, Yoga Sukmana)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Riwayat Konflik China-Indonesia di Laut Natuna"
Penulis : Virdita Rizki Ratriani
Editor : Virdita Rizki Ratriani

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×