kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.546.000   5.000   0,32%
  • USD/IDR 16.224   -24,00   -0,15%
  • IDX 7.083   3,02   0,04%
  • KOMPAS100 1.052   4,01   0,38%
  • LQ45 824   1,76   0,21%
  • ISSI 212   1,01   0,48%
  • IDX30 423   0,56   0,13%
  • IDXHIDIV20 506   1,45   0,29%
  • IDX80 120   0,26   0,21%
  • IDXV30 124   0,52   0,42%
  • IDXQ30 140   0,25   0,18%

Celios: Batalkan PPN 12%, Ada Banyak Alternatif Dorong Penerimaan Negara


Minggu, 01 Desember 2024 / 23:12 WIB
Celios: Batalkan PPN 12%, Ada Banyak Alternatif Dorong Penerimaan Negara
ILUSTRASI. Pengunjung memilih buku yang dijual pedagang di Pasar Buku Gladag, Solo, Jawa Tengah, Jumat (29/11/2024). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk semua buku ditengah rencana pemerintah yang akan menaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. ANTARAFOTO/Maulana Surya/tom.


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai pemerintah harus memikirkan alternatif lainnya dari kebijakan PPN 12%. Hal itu karena sifat pajak ini yang regresif, yakni lebih memberatkan masyarakat berpendapatan rendah.

Dalam laporan yang ditulis oleh Celios, menilai pemerintah harus membatalkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. Hal itu karena sifat pajak ini yang regresif, yakni lebih memberatkan masyarakat berpendapatan rendah. 

Sebagai pajak tidak langsung, PPN dikenakan secara merata tanpa memperhitungkan tingkat pendapatan. Sehingga kelompok miskin menghabiskan proporsi pendapatan yang lebih besar untuk membayar pajak ini dibandingkan kelompok kaya.

"Masih ada banyak alternatif dari kenaikan PPN 12%," tulis laporan Celios bertajuk PPN 12%: Pukulan Telak Bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, dikutip Minggu (1/12).

Baca Juga: Dampak PPN 12%, Pengeluaran Buruh Akan Meningkat Rp 2,75 Juta per Tahun

Sebagai alternatif dari kenaikan PPN 12%, pemerintah dapat mendorong kebijakan pajak yang lebih progresif. Antara lain pajak karbon untuk mengurangi emisi dan menghasilkan pendapatan tambahan, pajak kekayaan yang menyasar individu berpenghasilan tinggi, atau pajak windfall komoditas pada keuntungan luar biasa sektor tertentu seperti tambang atau sawit. 

"Menutup kebocoran pajak sektor sawit hingga transaksi perusahaan digital lintas negara juga opsi perpajakan yang bisa dijalankan," tulis laporan tersebut. 

Celios menilai, langkah-langkah tersebut lebih adil karena membebani mereka yang memiliki kemampuan finansial lebih besar, daripada masyarakat rentan yang sudah berjuang dengan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, reformasi sistem perpajakan seperti memperluas basis pajak dan meningkatkan efisiensi pemungutan lebih penting untuk meningkatkan penerimaan negara secara berkelanjutan dibanding hanya menaikkan tarif. 

Baca Juga: PPN 12% Berisiko Menekan PDB Hingga Rp 65,3 Triliun

Selain itu, perubahan sistem perpajakan yang lebih sederhana, insentif PPh UMKM 0,1-0,2% untuk mendorong sektor informal menjadi formal jauh lebih berdampak pada perluasan basis pajak. Jika shadow economy atau aktivitas yang sebelumnya tidak membayar pajak berkurang, negara akan diuntungkan. 

"Cara-cara meningkatkan penerimaan pajak dari kenaikan tarif lebih menghasilkan penerimaan secara temporer, dibandingkan rasio pajak jangka panjang," tulis laporan tersebut.

Menurut Celios, pemerintah juga dapat meninjau kembali pengeluaran negara yang terbuang untuk proyek-proyek PSN mangkrak dan jumlahnya mencapai triliunan rupiah. Hal itu termasuk menghentikan proyek ibukota negara yang sangat membebani APBN.

Pemerintah juga bisa meninjau kembali penyertaan modal negara untuk BUMN yang terbukti tidak menghasilkan nilai tambah dan daya saing beberapa BUMN pemerintah yang jumlahnya mencapai ratusan triliun rupiah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×