CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.509.000   -5.000   -0,33%
  • USD/IDR 15.858   -11,00   -0,07%
  • IDX 7.123   8,59   0,12%
  • KOMPAS100 1.086   0,47   0,04%
  • LQ45 858   0,95   0,11%
  • ISSI 218   0,68   0,31%
  • IDX30 440   0,87   0,20%
  • IDXHIDIV20 528   1,96   0,37%
  • IDX80 124   0,14   0,12%
  • IDXV30 128   1,24   0,98%
  • IDXQ30 146   0,67   0,46%

PPN 12% Berisiko Menekan PDB Hingga Rp 65,3 Triliun


Minggu, 01 Desember 2024 / 21:19 WIB
PPN 12% Berisiko Menekan PDB Hingga Rp 65,3 Triliun
ILUSTRASI. Suasana di sebuah perusahaan di Jakarta, Jumat (12/01/2024). KONTAN/Baihaki/12/01/2024


Reporter: Shifa Nur Fadila | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Center of Economic and Law Studies (Celios) memprediksi kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% yang akan dimulai pada Januari 2025 berisiko menurunkan produk domestik bruto (PDB).

Dalam laporan yang ditulis oleh Celios mengungkapkan kenaikan PPN menjadi 12% berisiko menurunkan PDB hingga Rp 65,3 triliun. Selain itu juga akan mengurangi jumlah konsumsi rumah tangga sebesar Rp 40,68 triliun. 

"Artinya, PPN 12% mengancam pertumbuhan ekonomi 2025," tulis laporan Celios bertajuk PPN 12%: Pukulan Telak Bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah, dikutip Minggu (1/12).

Selain itu Celios juga menemukan sejumlah risiko yang akan terjadi jika PPN naik menjadi 12%. Pertama, keniakan PPN menjadi 12% akan semakin memukul dompet para Gen Z. Per tahun, Gen Z harus membayar Rp 1,75 juta lebih mahal karena selisih tarif PPN dibandingkan tahun sebelumnya. 

Baca Juga: Kajian Celios: Tarif PPN 12% Bikin Pengeluaran Pekerja Naik Rp 357.000 Per Bulan

Kedua, kenaikan PPN 12% akan menambah pengeluaran kelompok miskin sebesar Rp 101.880 per bulan. Hal itu jelas akan memperburuk kondisi kelompok miskin. Sedangkan, untuk kelompok rentan miskin akan mengalami tambahan beban pengeluaran Rp 153.871 per bulan. Untuk kelompok kelas menengah mengalami kenaikan pengeluaran sebesar Rp 354.293 per bulan.

"Hal itu mengancam kemampuan mereka untuk bertahan," tulis laporan tersebut.

Ketiga, kenaikan PPN 12% dapat memicu permasalahan sosial seperti tingkat perceraian karena alasan ekonomi, dan tekanan mental (mental health) bagi Gen Z. 

Alih-alih menaikkan PPN menjadi 12%, menurut Celios, pemerintah masih memiliki alternatif penerimaan negara lainnya yang tidak membebani masyarakat miskin. Di antaranya pajak kekayaan (wealth tax), pajak produksi batubara, pajak windfall komoditas, pajak karbon, pajak minuman berpemanis.

"Untuk memperlebar fiskal, pemerintah sebenarnya juga masih bisa mengevaluasi penghentian proyek IKN yang membebani APBN, serta pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang tidak produktif, yang dapat menghemat anggaran puluhan triliun rupiah," tulis laporan tersebut. 

Selanjutnya: Rekomendasi Saham yang Layak Dilirik Saat Laju Sektor Barang Baku Sedang Menukik

Menarik Dibaca: 4 Mitos Kulit Sensitif yang Tidak Boleh Anda Percaya, Cari Tahu Yuk!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×