kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cegah kebakaran, tenaga kehutanan perlu ditambah


Minggu, 09 Agustus 2015 / 15:38 WIB
Cegah kebakaran, tenaga kehutanan perlu ditambah


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia tengah dilanda kekeringan sebagai dampak anomali cuaca. Kekeringan yang berkepanjangan ini menimbulkan kebakaran di sejumlah tempat, baik dalam skala kecil sampai besar.

Menurut sejumlah kalangan yang terdiri dari ahli kehutanan, pakar ilmu tanah dan lahan gambut, asosiasi kehutanan, kebakaran lahan disebabkan sejumlah faktor.

Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof Yanto Santosa menilai, ada beberapa faktor yang menyebabkan kebakaran lahan. Pertama, hampir 100% penyiapan lahan pertanian yang dilakukan rakyat melalui pembakaran.

Apalagi di beberapa daerah, ada peraturan daerah (perda) yang membolehkan pembakaran lahan dengan batasan maksimal 2 hektare (ha).

“Persoalannya, petani tidak kuasa memadamkan kebakaran yang meluas ke daerah di luar lahannya,” ujarnya dalam ketarangan tertulis, Sabtu (8/8).

Faktor kedua, menurut dia, ada budaya rakyat lokal menangkap ikan pakai api yang bisa menyebabkan kebakaran. Ketiga, warga lokal sengaja membakar gambut untuk mengambil kayu yang berada di bawah gambut.

Yang terakhir, konflik lahan baik antara perusahaan dengan rakyat ataupun antara rakyat sendiri. Ini banyak dipicu adanya bupati, gubernur dan pemerintah pusat yang memberikan izin lahan yang tidak jelas kepada perusahaan.

Dia juga pernah melakukan observasi langsung di lokasi kebakaran lahan yang berdekatan dengan lahan perkebunan. “Bara api itu loncat dari lahan yang terbakar ke arah lahan perkebunan. Itu karena di musim kemarau, biasanya lahan mudah terbakar dan gampang menyebar seiring kencangnya angin," ujarnya.

Karena itu, lanjut dia, jangan buru-buru menyalahkan perusahaan kehutanan dan perkebunan sebagai dalang pembakaran lahan. “Kita jangan saling menyalahkan. Kita preventif saja, mencegah agar tidak terjadi lagi,” ucapnya.

Dia juga mengkritisi perusahaan pengelola hutan tanaman industri (HTI) yang minim tenaga kerja, apalagi hutan negara. “Pemerintah sebaiknya membuat aturan agar tenaga kerja di sektor kehutanan ditambah, tujuannya agar pengawasan lebih maksimal,” katanya.

Basuki Sumawinata, pakar ilmu tanah dan ahli tanah gambut dari IPB, juga menilai kebakaran lahan disebabkan oleh perambah hutan yang 'lapar tanah'. Perambah hutan itu biasanya menyerobot tanah masyarakat untuk kepentingan pribadi. “Intinya, tidak selalu kebakaran lahan gambut itu disebabkan oleh perusahaan perkebunan, justru mereka sudah diawasi ketat oleh pemerintah,” katanya.

Dia mensinyalir kebakaran lahan gambut dilakukan di daerah tidak berizin ataupun hutan milik negara yang kurang diawasi. Basuki menjelaskan pembukaan lahan dengan cara membakar juga disebabkan karena rendahnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat. Padahal sekarang teknologi pembukaan lahan telah maju dan bukan hanya melalui membakar.

Nana Suparna, Ketua Bidang Hutan Tanaman Industri (HTI) Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), menilai kebakaran lahan menjadi masalah klasik yang selalu terulang pada musim kemarau. “Dan selalu yang menjadi tudingan adalah perusahaan kehutanan, padahal kami juga menjadi korban,” paparnya.

Dari dahulu, menurut dia, upaya pemerintah untuk mencegah masalah ini kurang optimal sehingga terulang dan terulang lagi. “Pengawasan pemerintah mestinya dioptimalkan sehingga dapat diketahui siapa dalang sebenarnya,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×