Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan pada tahun 2023 sebesar Rp 2.463 triliun. Target tersebut melesat 28% dari target penerimaan perpajakan tahun 2022 yang sebesar Rp 1.924,9 triliun.
Target tersebut tertuang dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. Target penerimaan perpajakan ini bahkan mencapai rekor tertinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, target penerimaan perpajakan tersebut telah memperhitungkan berbagai faktor termasuk kapasitas ekonomi, iklim investasi, dan daya saing usaha dalam menakar basis perpajakan.
“Kita akan melihat secara sangat hati-hati komponen yang menyumbangkan penerimaan negara baik perpajakan, PNBP atau kepabeanan dan cukai, untuk mengidentifikasi kemungkinan dinamika global yang akan mempengaruhi target pendapatan negara tahun depan. Berbagai langkah pengamanan akan terus kita perkuat,” tutur Sri Mulyani dalam Konferensi Pers selepas pengesahan UU APBN 2023, Kamis (29/9).
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3% di 2023 Sudah Pertimbangkan Ancaman Resesi
Adapun penerimaan perpajakan tersebut terbagi diantaranya, pertama, penerimaan pajak ditargetkan Rp 1.718 triliun yang terdiri dari, penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) migas ditargetkan sebesar Rp 61,4 triliun, PPh non migas Rp 873,6 triliun, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Rp 743 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan Rp 31,3 triliun dan pajak lainnya Rp 8,7 triliun.
Sebelumnya, Sri Mulyani menjelaskan kenaikan penerimaan pajak tersebut didorong oleh naiknya penerimaan PPN dari usulan awal menjadi Rp 743 triliun dari usulan awal Rp 740,1 triliun.
Menurutnya, PPN meningkat juga tidak terlepas dari naiknya PDB nominal 2023 dari Rp 20.988,6 triliun menjadi Rp 21.037,9 triliun.
Selain itu, kenaikan PPN ini juga karena target inflasi yang sedikit meningkat jadi 3,6%. Namun pertumbuhan ekonomi tetap ditargetkan 5,3%, sedangkan PDB nominal naik lebih tinggi sehingga PPN akan mengikuti size ekonomi.
Baca Juga: Hingga Agustus 2022, Penerimaan Pajak Telah Mencapai 78,9% dari Target
Kedua, penerimaan kepabeanan dan cukai ditargetkan sebesar Rp 303,2 triliun. penerimaan ini terdiri dari penerimaan cukai ditargetkan sebesar Rp 243,4 triliun, bea masuk Rp 47,5 triliun dan bea keluar Rp 10,2 triliun.
“Tentu kenaikan ini juga dipengaruhi oleh kurs sehingga akan mempengaruhi nilai Bea Keluar dan Bea Masuk dan GDP nominal yang naik menjadi Rp21.037,9 triliun,” jelasnya.
Ketiga, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan sebesar Rp 441,4 triliun terdiri dari penerimaan sumber daya alam (SDA) migas Rp 131,2 triliun, SDA non migas Rp 64,8 triliun, pendapatan dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) Rp 49,1 triliun.
Lalu, PNBP Kementerian/Lembaga (K/L) Rp 76,8 triliun, PNBP penjualan hasil tambang Rp 31,2 triliun, PNBP DMO Rp 5,3 triliun, penerimaan Badan Layanan Umum (BLU) Rp 83 triliun, penerimaan hibah Rp 409 triliun.
Sri Mulyani mengatakan, tata kelola PNBP akan dioptimalkan semakin baik. Peran PNBP sebagai instrumen regulatory, akan diarahkan untuk mendorong aktivitas ekonomi, mendukung dunia usaha, serta meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat
“Jika dilihat dari kondisi harga komoditas saat ini, target Pendapatan Negara tahun 2023 tersebut, terlihat optimis untuk dapat dicapai,” tambahnya.
Meski begitu, Ia mengatakan dinamika harga komoditas yang sulit diprediksi dan berisiko mengalami penurunan, dapat berimbas terhadap pencapaian target pendapatan negara, baik dari sisi pajak, kepabeanan dan cukai, maupun PNBP.
Oleh karenanya, pihaknya akan tetap harus antisipatif mempersiapkan mekanisme untuk mengamankan APBN di tahun 2023, apabila harga komoditas tidak setinggi seperti yang diasumsikan.
Baca Juga: Pemerintah Masih Menunggu Waktu yang Tepat Menerapkan Pajak Karbon
Lebih lanjut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu sebelumnya mengatakan, penerimaan perpajakan tahun depan juga akan diarahkan untuk optimalisasi pendapatan negara yang mendukung transformasi ekonomi dan upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 dengan memastikan implementasi reformasi perpajakan berjalan dengan efektif dalam rangka penguatan konsolidasi fiskal.
Pada tahun depan, pemerintah memperkirakan keuntungan tiba-tiba atau windfall profit yang diperoleh dari kenaikan harga komoditas tidak setinggi kondisi pada 2022. Ini seiring dengan penurunan harga komoditas. Selain itu, terdapat penerimaan pajak yang tidak berulang pada 2023, seperti melalui penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
Oleh karena itu, Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan akan tumbuh relatif moderat, yang utamanya didorong oleh aktivitas ekonomi yang semakin meningkat, keberlanjutan reformasi perpajakan, implementasi UU HPP, serta penegakan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News