Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Informasi saja, fasilitas pembebasan PPN pernah dilakukan melalui PP 12 Tahun 2001 s.t.d.t.d. PP 31 tahun 2007 dicabut oleh putusan Mahkamah Agung No 70 P/Hum/2013 sehingga penyerahan barang hasil pertanian menjadi terutang PPN.
Febrio menerangkan, sejak putusan dicabut, petani masih kesulitan untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehingga kemudahan yang ditawarkan PMK ini dapat menjadi jalan keluar. “Pesannya bukan ke penerimaannya tapi kepastian hukum yang lebih dikejar karena pelaku usaha di sektor pertanian juga sudah menunggu PMK ini,” tegasnya.
Kendati demikian, Febrio menyampaikan adanya beleid terbut, setidaknya akan memberikan kontribusi penerimaan PPN sebesar Rp 300 miliar.
Baca Juga: Tenggat waktu lapor informasi lembaga jasa keuangan untuk AEoI ditambah 2 bulan
“Hasilnya sebenarnya nggak terlalu besar. Nah kalau hitungnya, dampak PMK ke penerimaan PPN itu nggak terlalu besar. Karena kita juga tinggal beberapa bulan lagi sampai akhir 2020.” kata dia.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kemenkeu Suryo Utomo menambahkan, implementasi dari PMKJ 89/2020 merupakan salah satu upaya otoritas pajak dalam memperluas basis bajak. Sebab, dengan penyederhanaan mekanisme pembayaran pajak, dapat memasukan sektor pertanian ke dalam aturan formal yang terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan.
Dus, wajib pajak dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak. “Kami DJP program memepeluas basis bagaimana memperluas basis pemajakan makin banyak orang bisa masuk sistem lebih formal jadi bahasa itu yang coba terus bahasakan supaya bayar pajak gak susah loh ga mahal loh. Jadi semakin banyak orang berpartisipasi,” ujar Suryo, Kamis (4/8)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News