kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.884.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.210   -25,00   -0,15%
  • IDX 6.897   65,26   0,96%
  • KOMPAS100 1.002   13,05   1,32%
  • LQ45 771   10,32   1,36%
  • ISSI 224   1,60   0,72%
  • IDX30 397   5,48   1,40%
  • IDXHIDIV20 461   5,31   1,16%
  • IDX80 113   1,46   1,31%
  • IDXV30 113   0,44   0,39%
  • IDXQ30 129   1,86   1,47%

Calo berkeliaran di antara pasien BPJS


Kamis, 09 April 2015 / 17:46 WIB
Calo berkeliaran di antara pasien BPJS
ILUSTRASI. Ini 7 Makanan untuk Mengatasi Rasa Lapar Terus Menerus


Sumber: Kompas.com | Editor: Sanny Cicilia

JAKARTA. Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menunjukkan, secara nasional jumlah peserta BPJS Kesehatan saat ini 127 juta orang. Jumlah itu melampaui target tahun 2014 yang sebesar 121,6 juta orang. 

Tak heran jika saat ini peserta BPJS harus mengantre panjang demi mendapatkan layanan kesehatan, terutama di rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS di sejumlah daerah. Sejumlah pasien pun harus mengantre sejak subuh untuk mengambil nomor pendaftaran di rumah sakit, padahal loket baru dibuka pukul 07.00 pagi.

Antrean panjang memunculkan banyak calo berkeliaran di rumah sakit. Mereka menawarkan jasa mengambil nomor antrean sejak pagi, bahkan subuh, sehingga pasien tidak perlu repot-repot mengantre. Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan, praktik percaloan tersebut sudah banyak terjadi di sejumlah rumah sakit.

“Pasien yang akhirnya meberikan tip pada petugas kesehatan agar antrean tidak lama juga ada,” kata Tulus dalam diskusi di Jakarta beberapa waktu lalu.

Tulus mengaku menerima banyak keluhan mengenai antrean yang terlalu panjang tersebut. Dampaknya, pasien harus menunggu lama untuk mendapat pengobatan.

“Ada yang menunggu 6 bulan pun ada, berobat lagi yang tidak di-cover BPJS, keluar uang lagi, hingga meninggal di tengah jalan,” papar tulus.

Munculnya calo pun hanya menguntungkan orang-orang yang mampu membayar lebih sekedar untuk mengambil nomor antrean. Mereka yang tidak mampu tetap saja mendapat nomor antrean belakang yang akibatnya mendapat pengobatan lebih lama.

Menurut Tulus, hal ini merupakan pokok persoalan yang harus dievaluasi oleh pemerintah. Ia menilai hal ini terjadi karena ketidaksiapan infrastruktur kesehatan di era BPJS
“Ini kendala rumah sakit, bagaimana memberikan pelayanan optimal. Harusnya ada standar pelayanan,” kata Tulus.

Sementara itu, Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan Akmal Taher mengatakan, munculnya calo ibaratnya sudah menjadi hukum pasar. Menurut dia, yang terpenting adalah memperbaiki sistem rujukan sehingga tak membuat antrean menjadi panjang di rumah sakit.

“Yang penting sistem rujukan yang betul. Masing-masing  rumah sakit mesti punya ide juga bagaimana memudahkan hal itu, ya. Misalnya dengan sistem appointment (perjanjian). Sekarang kan 90% orang Indonesia punya HP (handphone). Mestinya, kan bisa bikin perjanjian,” kata Akmal. (Dian Maharani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Owe-some! Mitigasi Risiko SP2DK dan Pemeriksaan Pajak

[X]
×