kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bujet penanganan wabah corona kurang, BI bisa lakukan quantitative easing


Minggu, 26 April 2020 / 16:45 WIB
Bujet penanganan wabah corona kurang, BI bisa lakukan quantitative easing
ILUSTRASI. Bujet penanganan wabah corona dinilai masih kurang. BI bisa membantu dengan melakukan quantitative easing


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) mengusulkan agar pemerintah menaikkan anggaran pendanaan penanganan wabah Covid-19 menjadi Rp 1.600 triliun.

Saat ini pemerintah, menyiapkan anggaran untuk penanganan wabah tersebut sebesar Rp 405,1 triliun. Jumlah ini melebarkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini menjadi 5,07% dari produk domestik bruto (PDB).

Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, usulan anggaran Rp 1.600 triliun untuk penanganan corona dari Kadin tersebut terdiri dari Rp 400 triliun yang digunakan untuk kesehatan, Rp 600 triliun untuk jaminan sosial, serta Rp 600 triliun untuk stimulus ekonomi.

Baca Juga: Kadin minta pemerintah naikkan anggaran penanganan Covid-19 menjadi Rp 1.600 triliun

"Usulannya, anggaran itu dari Bank Indonesia (BI) dengan suku bunga 1% sampai 2%," katanya kepada Kontan.co.id, Rabu (22/4).

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Shinta W. Kamdani menambahkan melihat negara-negara lain, anggaran Covid-19 mencapai 10% dari PDB mereka. Oleh karenanya, Shina melihat bahwa wajar bila anggaran penanganan wabah ini menjurus ke Rp 1.600 triliun.

Sependapat dengan Kadin Indonesia, pengamat ekonomi sekaligus dosen Perbanas Institute Piter Abdullah mengatakan, stimulus Rp 405,1 triliun yang telah digelontorkan pemerintah tersebut memang terlalu kecil.

"Butuh minimal Rp 1.000 triliun agar bisa benar-benar efektif dalam menanggulangi wabah dan mengurangi dampak negatifnya," jelas Piter.

Piter mengakui bahwa memang pembiayaannya akan tidak mudah. Apalagi kondisi pasar keuangan juga masih penuh dengan ketidakpastian sehingga pastinya sulit untuk mendapatkan pembeli surat utang pemerintah, apalagi dalam jumlah yang fantastis.

Namun, bila merujuk pada hal-hal yang telah dilakukan negara-negara lain yang pembiayaannya dilakukan oleh bank-bank sentral dengan pola kebijakan quantitative easing (QE), bukan tidak mungkin bagi BI untuk melakukan hal yang sama.

"Apalagi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) memberikan ruang untuk BI melakukan kebijakan quantitative easing, membeli surat utang pemerintah," tambahnya.

Baca Juga: Sepakat usulan Kadin, Indef: 70% anggaran Covid-19 harus untuk pengaman sosial

Melansir The Guardian, sejauh ini, beberapa bank sentral di negara-negara memang menggelontorkan kebijakan QE dalam upaya menjaga likuiditas perekonomian.

Seperti contohnya bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) yang pada Maret lalu mengumumkan akan membeli US$ 500 miliar US Treasury dan US$ 200 miliar dalam mortgage-backed securities dalam beberapa bulan ke depan.

The Fed juga telah menurunkan suku bunga acuannya di kisaran 0% - 0,75% pada awal Maret lalu.

Ada juga bank sentral Inggris alias The Bank of England yang bahkan telah menggunting suku bunga kebijakannya menjadi 0,1% dan mencetak uang baru hingga £ 200 miliar per Maret lalu.

Baca Juga: Pemerintah timbang usulan Kadin untuk menambah anggaran penanganan corona

Mengutip South China Morning Post, China juga telah menyunat suku bunga acuannya sebesar 20 basis poin (bps) menjadi 2,95% dan juga menginjeksi likuiditas hingga US$ 7,9 miliar.

Sementara Bloomberg melaporkan bahwa The Bank of Canada juga memulai kucuran QE di awal bulan ini dengan pembelian US$ 1,0 miliar di surat utang pemerintah.

BI sendiri menyatakan telah memberikan QE hampir mencapai Rp 300 triliun pada awal bulan ini. QE yang dilakukan oleh BI adalah dengan stabilisasi nilai tukar rupiah dengan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 168 triliun, dari repo yang dilakukan bank-bank sebanyak Rp 55 triliun, dan dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sebesar Rp 75 triliun.

Memasuki minggu kedua April 2020, BI kembali menambah QE dengan menurunkan GWM rupiah masing-masing sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah.

Penurunan GWM rupiah yang mulai berlaku pada 1 Mei 2020 ini ditaksir mampu menambah likuiditas di perbankan hingga Rp 102 triliun.

Selanjutnya, ada juga peniadaan pemberlakuan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudesial (RIM) terhadap Bank Umum Konvensional maupun Bank Umum Syariah atau Unit Usaha Syariah selama satu tahun yang mulai berlaku pada 1 Mei 2020. Usaha ini juga ditaksir mampu menambah likuiditas hingga Rp 15,8 triliun rupiah.

Selanjutnya, ada juga ekspansi operasi moneter lewat penyediaan term-repo kepada bank-bank dan korporasi dengan transaksi underlying SUN / SBSN dengan tenor hingga 1 tahun.

Sehingga, ramuan QE yang telah diracik oleh BI sejauh ini hampir mencapai Rp 420 triliun.

Baca Juga: Kadin apresiasi perluasan stimulus ekonomi dari pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×