kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

BPS: Kenaikan UMP 2018 idealnya 8,71%


Rabu, 01 November 2017 / 14:14 WIB
BPS: Kenaikan UMP 2018 idealnya 8,71%


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mengumumkan besaran upah minimum provinsi (UMP) tahun 2018. Berdasarkan aturan, batas akhir penetapan UMP di setiap provinsi yakni pada 1 November atau hari ini.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, besaran UMP ditentukan berdasarkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, angka inflasi yang diperhitungkan adalah angka perkiraan inflasi hingga akhir tahun ini. Sementara angka pertumbuhan ekonomi merupakan akumulasi kuartal ketiga 2016 hingga kuartal kedua 2017.

Lanjut Suhariyanto, laju inflasi tahun ini diperkirakan sebesar 3,72% year on year (YoY). Sementara akumulasi pertumbuhan ekonomi sebesar 4,99% (YoY). Sehingga total perkiraan inflasi dan akumulasi pertumbuhan ekonomi itu mencapai 8,71% yang seharusnya menjadi angka acuan kenaikan UMP tahun depan.

"Kesepakatan di dalam Undang-Undang tersebut adalah kami menyadari pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah itu fluktuasi. Inflasi, ada beberapa daerah mengalami deflasi. Jadi kesepakatannya adalah yang dipakai adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Suhariyanto, Rabu (1/11).

Ia juga mengatakan, kenaikan sebesar 8,71% tersebut masih menjadi perdebatan dari sisi buruh ataupun pengusaha. Dari sisi buruh lanjutnya, kenaikan itu pasti tidak mencukupi. Sementara dari sisi pengusaha, kenaikan itu memberatkan.

Apalagi, bagi pengusaha ritel lantaran pertumbuhannya hanya 8%. "Kalau kita ikuti semuanya masing-masing punya kepentingan. Tetapi formula itu mungkin tidak sempurna, tapi bagus untuk memberikan jaminan ada kenaikan UMP di seluruh provinsi," katanya.

Suhariyanto juga mengatakan, rumusan kenaikan UMP berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi juga lebih ideal dibandingkan dengan mempertimbangkan kebutuhan hidup layak (KHL). Sebab, inflasi mencerminkan kenaikan harga riil.

Sementara jika menggunakan rumusan KHL, akan memberatkan karena harus melakukan survei di setiap daerah dan tergantung dari basket komoditas di daerah tersebut hingga harga yang disepakati.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×