Reporter: Agung Hidayat | Editor: Yudho Winarto
"Contoh izin dari HGU ke HGB faktanya bisa satu tahunan, sehingga jika mengacu pada aturan normatif ini dikhawatirkan akan berdampak pada masalah-masalah lain, misalnya investor yang siap berinvestasi di daerah akan lari jika prosesnya berbelit-belit,” imbuh Azwar.
Baca Juga: Kementerian ATR/BPN: Omnibus law permudah masalah lahan untuk investasi
Beberapa Pengurus dan Anggota Apkasi yang tampak hadir seperti dari Kabupaten Nias, Jayapura, Minahasa Selatan, Tangerang, Lombok Utara, Aceh Timur, Bener Meriah, Kolaka, Kubu Raya dan Malaka juga menyampaikan beberapa kasus spesifik yang terjadi di daerah masing-masing.
Menanggapi masukan yang disampaikan oleh para bupati, Sofyan Djalil mengatakan bahwa masalah-masalah yang timbul di lapangan secara garis besar memang dampak dari masa transisi di mana di satu sisi ada kewenangan otonomi daerah yang ditarik ke pusat, masih ada kebijakan yang tumpang tindih dan ini dampaknya daerah yang harus menanggungnya. Ia berujar,
“Dalam konteks pembangunan nasional memang saya kira pertumbuhan ekonomi kita ini harusnya bisa lebih cepat dan bisa digenjot lagi. Sayangnya, karena para kepala daerah tersita waktunya dengan urusan yang memusingkan, pada akhirnya banyak waktu produktif para bupati tersita habis oleh kegiatan-kegiatan yang tidak produktif,” terang Sofyan.
Baca Juga: Akan diimplementasikan tahun ini, Menteri ATR/BPN genjot penyelesaian bank tanah
Ia pun menawarkan pembentukan tim teknis bersama antara Kementerian ATR/BPN dengan Sekretariat Apkasi.
“Di dalam tim ini coba diinventarisir semua persoalan-persoalan di daerah, mana saja yang masalahnya sama, nanti kita carikan solusinya dan kalau perlu melibatkan lintas kementerian. Persoalan-persoalan yang bapak-bapak sampaikan itu juga menjadi prioritas kami,” tegas Sofyan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News