kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,15   3,52   0.38%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

BPK temukan kejanggalan dalam penilaian Dewan Pengawas TVRI, apa saja?


Rabu, 26 Februari 2020 / 22:27 WIB
BPK temukan kejanggalan dalam penilaian Dewan Pengawas TVRI, apa saja?
ILUSTRASI. BPK menyerahkan laporan hasil temuan kinerja Lembaga Penyiaran Publik TVRI ke DPR RI di Gedung Nusantara III, Jakarta, Rabu (26/2).


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap beberapa kejanggalan dari penilaian Dewan Pengawas (Dewas) TVRI terhadap Direksi TVRI. Setidaknya ada enam temuan yang diungkap dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) kinerja Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI ke DPR RI.

Anggota BPK Achsanul Qosasi mengatakan ada enam temuan kejanggalan yang menimbulkan ketidakharmonisan hubungan kerja antara Dewas dan Dewan Direksi TVRI. " Itu lebih mengarah kepada ketaatan terhadap aturan yang dibuat oleh negara, Presiden, Menteri dan TVRI itu sendiri," ujarnya di Gedung DPR, Rabu (26/2).

Baca Juga: Dewan Pengawas setuju proses seleksi calon Dirut TVRI dihentikan sementara

Ia mencotohkan, ada peraturan yang dibuat oleh Dewan Pengawas yang tidak sesuai dengan Undang-undang (UU) pasal 13 tahun 2005 tentang LPP TVRI. Salah satunya pada penetapan besaran gaji bagi Dewan Direksi. Padahal, Achsanul menyebut besaran gaji telah ditetapkan berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor 566/MK.02/2017.

Selain itu, kejanggalan terjadi pada penilaian Dewas terhadap kinerja Dewan Direksi yang berbuntut pencopotan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI. 
"Penilaian cenderung subjektif karena pencapaian 100%, tapi skornya 1, padahal skor paling tinggi 4. Semua prestasi pencapaian rata-rata 100, tapi nilainya 1-2," paparnya.

BPK juga menilai fasilitas yang diterima Dewas TVRI berlebihan. Dewas TVRI menafsirkan sendiri bahwa jabatan non eselon adalah Pejabat Negara setingkat menteri, Ketua/Anggota KPK dan BPK. Selain mendapatkan tunjangan transportasi sebesar Rp 5 juta/bulan sesuai Perpres No.73/2008 dan Perpres No.101/2017, Dewas menggunakan kendaraan dinas setara eselon I dan tiket penerbangan kelas bisnis.

Padahal di pasal 18 ayat (1) Dewas adalah jabatan non eselon. Jabatan Dewas tidak diatur dalam regulasi apapun selain PP 13/2005 dan PP 12/2005.

Dalam laporannya ke DPR RI, BPK menyarankan perbaikan peraturan di TVRI. Pihaknya meminta Dewas TVRI membuat indikator yang jelas dan menghilangkan subjektivitas dalam penilaian kinerja direksi.




TERBARU
Kontan Academy
Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet Managing Customer Expectations and Dealing with Complaints

[X]
×