kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

BPK temukan 13 masalah laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019, apa saja?


Selasa, 14 Juli 2020 / 15:55 WIB
BPK temukan 13 masalah laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019, apa saja?
ILUSTRASI. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna (kedua kanan) bersama Anggota BPK Achsanul Qosasi (kanan), Hendra Susanto (kiri), Daniel Lumban Tobing (kedua kiri) memberi keterangan pers usai menggelar pertemuan di kompleks Parlemen, Jakart


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI) menyoroti beberapa masalah dari laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2019. Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengidentifikasi sejumlah masalah, baik dalam sistem pengendalian internal (SPI) maupun dalam kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang harus ditindaklanjuti. 

Adapun temuan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal dan kepatuhan tersebut antara lain adalah sebagai berikut. Pertama, kelemahan dalam penatausahaan piutang perpajakan pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak.

Baca Juga: 13 MI dijerat TPPU, Kejagung: Jika ada pencucian uang pasti dikejar

Kedua, kewajiban pemerintah selaku pemegang saham pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi.  Keempat, pengendalian atas pencatatan aset kontraktor kontrak kerjasama dan aset yang berasal dari pengelolaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) belum memadai.

Kelima, pengungkapan kewajiban jangka panjang atas program pensiun pada LKPP Tahun 2019 sebesar Rp 2.876,76 triliun belum didukung standar akuntansi.

Keenam, penyajian aset yang berasal dari realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat sebesar Rp 44,20 Triliun pada 34 K/L tidak seragam, serta terdapat penatausahaan dan pertanggungjawaban realisasi belanja dengan tujuan untuk diserahkan kepada masyarakat yang tidak sesuai ketentuan.

Ketujuh, Penyaluran dana Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit (PPKS) Tahun 2016-2019 pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan belum sepenuhnya dapat menjamin penggunaannya sesuai tujuan yang ditetapkan karena identitas Pekebun penerima dana PPKS belum seluruhnya valid dan adanya dana PPKS yang belum dipertanggungjawabkan.

Baca Juga: Kejagung periksa mantan Dirut BEI Erry Firmansyah terkait kasus Jiwasraya

Kedelapan, skema pengalokasian anggaran untuk pengadaan tanah Proyek Strategis Nasional (PSN) ?pada pos pembiayaan tidak sesuai dengan PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dan Investasi Tanah PSN untuk kepentingan umum tidak sesuai dengan PP Nomor 63 Tahun 2019 tentang Investasi Pemerintah.

Kesembilan, ketidaksesuaian waktu pelaksanaan program/kegiatan dengan tahun penganggaran atas kompensasi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik.

Kesembilan, adanya kelemahan dalam penatausahaan dan pencatatan kas setara kas, persediaan, aset tetap, dan aset tak berwujud, terutama pada kementerian negara/lembaga. 

Firman menyampaikan masalah yang teridentifikasi adalah penggunaan rekening pribadi untuk pengelolaan dana yang bersumber dari APBN, saldo kas yang tidak sesuai dengan fisik, sisa kas terlambat/belum disetor dan penggunaan kas yang tidak dilengkapi dokumen pertanggungjawaban pada 34 kementerian/lembaga. 

Baca Juga: Audit kinerja Danareksa tahun 2017-2018, berikut empat temuan BPK

“Terdapat ketidaksesuaian pencatatan persediaan dengan ketentuan pada 53 kementerian/lembaga, dan pengendalian atas pengelolaan aset tetap pada 77 kementerian/lembaga yang belum memadai berdampak adanya saldo BMN yang tidak akurat,” ujar Firman dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-16 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020, Selasa (14/7).

Kesepuluh, terdapat surat tagihan pajak atas kekurangan setor yang belum diterbitkan oleh Ditjen Pajak dan keterlambatan penyetoran pajak dengan sanksi. 

Kesebelas, pemberian fasilitas transaksi impor yang dibebaskan dan/atau tidak dipungut PPN dan PPh-Nya pada Ditjen Pajak yang terindikasi bukan merupakan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan terdapat potensi kekurangan penetapan Penerimaan Negara dari Pendapatan Bea Masuk/Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) pada Ditjen Bea dan Cukai. 

Kedua belas, terdapat kewajiban restitusi pajak yang telah terbit Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP). Namun tidak segera diproses pembayarannya, terindikasi belum diterbitkan SKPKPP-nya, serta keterlambatan penerbitan SKPKPP pada Direktorat Jenderal Pajak 

Baca Juga: BPK temukan Danareksa salah bayar imbal jasa APERD pada 2017-2018

Ketiga belas, adanya pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Piutang, serta penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban Belanja yang belum sesuai ketentuan pada sejumlah kementerian negara/lembaga. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×