Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk meninjau kembali dan menetapkan kebijakan Automatic Adjustment yang tidak mencakup anggaran mandatory spending bidang pendidikan.
Hal ini dikarenakan BPK menemukan permasalahan dalam teknis perhitungan anggaran mandatory spending pendidikan.
Kebijakan Automatic Adjustment (AA) merupakan mekanisme pencadangan belanja K/L melalui pemblokiran sementara anggaran Belanja K/L.
Anggaran belanja yang dimaksud, pertama, belanja pegawai dan belanja barang yang dapat diefisienkan (diutamakan dari belanja honor, perjalanan dinas, paket meeting, belanja barang operasional lainnya dan belanja barang non operasional lainnya).
Baca Juga: BPK Temukan Penyimpangan Belanja Perjalanan Dinas PNS Rp 39,26 Miliar
Kedua, belanja modal yang dapat diefisienkan dan tidak mendesak atau dapat ditunda. Ketiga, bantuan sosial yang tidak permanen. Keempat, kegiatan yang masih diblokir dan diperkirakan tidak dapat memenuhi dokumen pendukung pelaksanaannya sampai dengan akhir Semester I-2023.
Sedangkan anggaran yang dikecualikan dari kebijakan AA yaitu belanja terkait bantuan sosial yang permanen, meliputi: Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, Program Keluarga Harapan, dan Kartu Sembako; belanja terkait tahapan Pemilu; belanja terkait Ibu Kota Negara (IKN); belanja untuk pembayaran Kontrak Tahun Jamak; dan belanja untuk pembayaran ketersediaan layanan (Availability Payment).
"Dari uraian di atas, maka anggaran mandatory spending bidang pendidikan tidak termasuk anggaran yang dikecualikan dari kebijakan AA," tulis BPK dalam Laporan LHP SPI dan Kepatuhan-LKPP Tahun 2023, dikutip Rabu (5/6).
Nilai AA belanja per K/L tahun 2023 berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S1040/MK.02/2022 tanggal 9 Desember 2022 adalah sebesar Rp50,23 triliun yang terdiri dari Belanja Pegawai sebesar Rp 12,79 triliun , Belanja Barang sebesar Rp 26,61 triliun dan Belanja Modal sebesar Rp 10,82 triliun.
Nilai AA Belanja per K/L sebesar Rp 50,23 triliun tersebut salah satunya terdapat pada Kementerian Dikbudristek sebesar Rp 4,91 triliun.
Selanjutnya atas AA sebesar Rp 4,91 triliun tersebut, dilakukan revisi DIPA pada anggaran belanja pegawai sebesar Rp 1,46 triliun.
"Seluruh anggaran pada Kementerian Dikbudristek, termasuk jumlah anggaran yang terkena AA tersebut, seluruhnya merupakan anggaran mandatory spending bidang pendidikan," tulis BPK.
Baca Juga: Penagihan Tak Optimal, BPK Temukan Piutang Pajak Macet Rp 5,37 Triliun
Menurut BPK, anggaran mandatory spending bidang pendidikan yang terdampak kebijakan AA berisiko mempengaruhi pencapaian output maupun outcome.
Hal ini dikarenakan Direktur Jenderal Anggaran tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan AA dengan mempertimbangkan anggaran yang bersifat mandatory.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News